Ahlan Wasahlan wa Marhaban Biziyaaratikum.. Selamat Membaca dan Menikmati Sajian dari kami.. :)..
Penasihat : Pimpinan Pondok Pesantren Darussalam | Pemimpin Umum : Joko Waluyo, S.Pd.I | Pemimpin Redaksi :Devi Muharrom Sholahuddin, Lc. | Wakil Pemimpin Redaksi : Muhammad Sendi Sayyina, S.Pd.I | Dewan Redaksi : Ali Nurdin, M.S.I, Asep Deni Fitriansyah, M.Phil., Asep Ali Rosyadi, S.Ag., Asep Roni Hermansyah, S.Pd.I, Ajat Syarif Hidayatullah, S.Pd.I Al-Hafidz | Distributor : Munir Hermansyah, S.Pd.I, Egi Mulyana, S.Pd.I, Acep Mutawakkil | Dapur Redaksi : Gedung Perpustakaan Pondok Pesantren Darussalam Sindang Sari Kersamanah Garut Indonesia 087758202070 | Risalah Ilmiah FIGUR Darussalam diterbitkan oleh Forum Ilmiah Guru (FIGUR) Pondok Pesantren Darussalam, terbit seminggu sekali, Redaksi menerima tulisan dari berbagai kalangan dan berhak untuk mengeditnya tanpa merubah maksud dan isi tulisan | Kritik dan saran silahkan hubungi redaksi via surat, telepon atau email (figur-darussalam@yahoo.com)

Rabu, 22 Desember 2010

Menyikapi Perbedaan Pendapat Fiqh

No. 18, 17 Muharram 1432 H/23 Desember 2010 M

Menyikapi Perbedaan Pendapat Fiqh
Oleh: Feri Firmansyah
Alumni ke-13 PP.Darussalam Tahun 2004 (REGARD)
Mahasiswa Ushuluddin, Jurusan Tafsir, Universitas Al-Azhar, Kairo

Membahas perbedaan pendapat memang sangat menarik. Terutama berkaitan dengan masalah fiqh. Hal ini merupakan sesuatu yang wajar, sebagaimana Pepatah Arab mengatakan: "likulli ra'sin ra'yun" (setiap kepala mempunyai pendapat). Semua perbedaan pendapat dalam hal ini, harus dikembalikan kepada Allah dan Rasul-Nya. Sebagaimana Firman Allah Swt. :
فَإِنْ تَنَازَعْتُمْ فِي شَيْءٍ فَرُدُّوهُ إِلَى اللَّهِ وَالرَّسُولِ
“Kemudian jika kamu berlainan pendapat tentang sesuatu, maka kembalikanlah ia kepada Allah (Al Qur’an) dan Rasul (sunnahnya).” (Qs. An Nisa’ [4]: 59).

Memang benar semua permasalahan harus dikembalikan pada al-Qur'an dan Sunnah, Namun, yang jadi permasalahan saat berusaha kembali ke sumber Al-Qur'an dan Sunnah, terjadi perbedaan metodologi dalam menafsirkan, mengartikan sumber tersebut. Lantas timbullah pertanyaan. Bagaimana pandangan ulama terhadap perbedaan pendapat itu? Dan bagaimana sikap kita dalam menghadapi dan mengambil prioritas pendapat fiqh tersebut? Lalu, bagaimanakah kita menerima satu pendapat dan menyisihkan yang lain?

Masalah Umat dalam Memilih Pendapat Fiqh

Perbedaan pendapat ulama tentang masalah fiqh, terkadang membuat orang menjadi bingung. Kebingungan untuk memilih pendapat yang paling benar, kuat atau pun rajih. Sedangkan fenomena yang terjadi, para ulama yang berselisih pendapat adalah mereka yang 'alim dan tidak diragukan kapabelitas keilmuannya.

Dengan adanya perbedaan pendapat ulama, orang terkadang salah dalam menyikapinya.. Mereka cenderung mengikuti para pendahulunya dengan fanatik buta dan menyalahkan pendapat yang lainnya, tanpa mempelajari lebih dalam sebab-sebab perbedaan pendapatnya. Sehingga, kalau sudah fanatik akan terjadi perselisihan dan perpecahan umat.

Selain itu, muncul masalah adanya perang pemikiran yang dilontarkan oleh orientalis. Mereka berusaha mengubah hal yang bersifat qath'i (definitif) kepada zhanni. Dan ada yang mengubah hal-hal yang muhkamat dalam al-Qur'an kepada mutasyabihat. Sebagaimana orang yang menentang pengharaman khamr, riba, daging babi dan lain sebagainya. Mereka mengatakan bahwa itu semua tidak haram dengan menggunakan dalil-dalil 'aqlinya. Inilah pendapat yang keliru yang harus diluruskan.

Orientalis gemar menyingkirkan yang jelas dan menonjolkan yang samar. Dalil yang samar itu biasa disebut sebagai ayat-ayat mutasyabihat, sedangkan dalil yang jelas itu biasa disebut sebagai ayat-ayat muhkamat. Allah telah menjelaskan hal ini di dalam firman-Nya,
هُوَ الَّذِي أَنْزَلَ عَلَيْكَ الْكِتَابَ مِنْهُ آيَاتٌ مُحْكَمَاتٌ هُنَّ أُمُّ الْكِتَابِ وَأُخَرُ مُتَشَابِهَاتٌ فَأَمَّا الَّذِينَ فِي قُلُوبِهِمْ زَيْغٌ فَيَتَّبِعُونَ مَا تَشَابَهَ مِنْهُ ابْتِغَاءَ الْفِتْنَةِ وَابْتِغَاءَ تَأْوِيلِهِ
“Dialah -Allah- yang telah menurunkan kepadamu Kitab suci itu, di antaranya ada ayat-ayat yang muhkamat yaitu Ummul Kitab sedangkan yang lain adalah ayat-ayat mutasyabihat. Adapun orang-orang yang di dalam hatinya menyimpan penyimpangan/zaigh maka mereka akan mengikuti ayat yang mutasyabih itu demi menimbulkan fitnah dan ingin menyimpangkan maknanya…” (Qs. Ali Imran: 7)

Ibnu Juraij menjelaskan maksud ungkapan ‘orang-orang yang di dalam hatinya tersimpan penyimpangan’ di dalam ayat ini, “Mereka itu adalah orang-orang munafik.” Hasan al-Bashri berkata, “Mereka itu adalah kaum Khawarij.” Qatadah mengatakan, “Apabila mereka itu bukan Haruriyah (Khawarij) dan Saba’iyah (Syi’ah) maka aku tidak tahu lagi siapakah mereka itu.” al-Baghawi berkata, “Ada pula yang berpendapat bahwa ayat ini mencakup semua ahli bid’ah.”
‘Aisyah radhiyallahu’anha meriwayatkan, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
فَإِذَا رَأَيْتِ الَّذِينَ يَتَّبِعُونَ مَا تَشَابَهَ مِنْهُ فَأُولَئِكِ الَّذِينَ سَمَّى اللَّهُ فَاحْذَرُوهُمْ
“Apabila kamu melihat orang-orang yang mengikuti ayat-ayat mustasyabihat maka mereka itulah orang-orang yang disebut oleh Allah -di dalam ayat tadi- maka waspadalah kamu dari bahaya mereka.” (HR. Bukhari, Muslim, Abu Dawud, dll)

Pandangan Ulama Mengenai Perbedaan Pendapat

Para ulama mempunyai pandangan masing-masing dalam menghadapi perbedaan pendapat fiqh. Ibnul Qosim mengatakan bahwa beliau mendengar Malik dan Al-Laits berkata tentang masalah perbedaan pendapat di antara sahabat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, “Tidaklah tepat perkataan orang-orang yang mengatakan bahwa khilaf (perbedaan pendapat) boleh-boleh saja (ada kelapangan). Tidaklah seperti anggapan mereka. Di antara pendapat-pendapat tadi pasti ada yang keliru dan ada benar.”

Begitu pula Asyhab mengatakan bahwa Imam Malik ditanya mengenai orang yang mengambil hadits dari seorang yang terpercaya dari sahabat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Beliau ditanya, “Apakah engkau menganggap boleh-boleh saja ada perbedaan pendapat (dalam masalah ijtihadiyah)?”, Imam Malik lantas menjawab, “Tidak demikian. Demi Allah, yang diterima hanyalah pendapat yang benar. Pendapat yang benar hanyalah satu (dari berbagai pendapat ijtihad yang ada). Apakah mungkin ada dua pendapat yang saling bertentangan dikatakan semuanya benar? Tidak ada pendapat yang benar melainkan satu saja.”
Para ulama sepakat bahwa suatu keputusan yang ditetapkan melalui ijtihad tidak sama dengan ketetapan yang berasal dari nash. Apa yang telah ditetapkan oleh nash, kemudian didukung oleh ijma' yang meyakinkan tidak sama dengan apa yang ditetapkan oleh nash tetapi masih mengandung perselisihan pendapat.

Perbedaan pendapat yang terjadi menunjukkan bahwa hal itu adalah masalah ijtihad. Dalam masalah ijtihadiyah, tidak boleh terjadi saling mengingkari antara ulama yang satu dengan yang lainnya. Akan tetapi, sebagian ulama memiliki peluang untuk mendiskusikannya dengan sebagian yang lain dalam suasana saling menghormati. Selain itu, apa yang telah ditetapkan oleh nash juga banyak berbeda dari segi apakah nash itu sifatnya qath'i (definitif) atau hanya zhanni.

Masalah-masalah yang qath'i dan zhanni berkaitan dengan tetapnya nash (tsubut) dan penunjukannya (dilalah). Diantara nash-nash itu sifatnya sebagai berikut:
1. Ada nash yang ketetapannya (tsubut-nya) zhanni dan penunjukkannya (dilalahnya) juga zhanni.
2. Ada nash yang ketetapannya zhanni, dan penunjukannya qath'i
3. Ada nash yang ketetapannya qath'i, dan penunjukkannya zhanni
4. Ada nash yang ketetapannya qath'i dan penunjukkannya juga qath'i

Ketetapan yang bersifat zhanni ini khusus berkaitan dengan sunnah yang tidak mutawatir. Pengertian sunnah mutawatir adalah sunnah yang diriwayatkan oleh sekelompok orang dari sekelompok orang yang lain, dari awal mata rantai periwayatan hingga akhirnya. Sehingga tidak ada kemungkinan bagi mereka untuk melakukan kebohongan.

Penunjukkan yang bersifat zhanni mencakup sunnah dan al-Qur'an secara bersamaan. Kebanyakan nash yang ada padanya mengandung berbagai macam pemahaman dan penafsiran, karena ungkapan yang dipergunakan pada keduanya sudah barang tentu ada yang hakiki dan ada yang kiasan, ada yang bersifat khusus dan ada yang umum, ada yang mutlak dan ada yang terikat, ada yang berindikasi kesamaan, ada yang berindikasi kandungan yang sama, dan ada pula yang berindikasi sejajar.

Seluruh al-Qur'an tidak diragukan lagi bahwa ketetapannya bersifat pasti, akan tetapi kebanyakan ayat-ayatnya -dalam masalah yang kecil (juz'iyyat)- penunjukannya bersifat zhanni. Inilah yang menyebabkan para fuqaha berbeda pendapat dalam mengambil suatu kesimpulan hukum. Akan tetapi untuk masalah-masalah yang besar, seperti masalahah ketuhanan, kenabian, pahala pokok aturan ibadah, hukum-hukum jinayat, hudud dan lainnya telah dijelaskan dalam ayat yang muhkamat, yang tidak dapat dipertentangkan lagi, sehingga orang berpandangan sama. Bagi orang yang menentang, maka termasuk orang yang keluar dari Islam.

Dr. Yusuf al-Qaradhawi mengatakan bahwa dalam pembahasan nash yang bersifat zhanni, dapat disimpulkan:
1. Seseorang dimaafkan jika dia menolak nash yang ketetapannya bersifat zhanni, jika dia mempunyai dalil yang menunjukkan bahwa dalil itu tidak pasti.
2. Seseorang juga dimaafkan apabila dia menolak suatu pendapat yang berdasarkan nash yang penunjukannya bersifat zhanni, atau untuk memberikan suatu penafsira baru yang belum pernah dilakukan oleh generasi ulama terdahulu. Tentu saja apabila penafsiran seperti itu mungkin dilakukan.
3. Kadangkala seseorang tidak dimaafkan karena melakukan ini dan itu ketika dia menolak nash yang bersifat zhanni, apabila dia sengaja menghindarinya atau mencari yang paling mudah bagi dirinya. Namun tindakan ini tidak sampai membuatnya kafir da mengeluarkannya dari agama ini karena tindakan tersebut. Paling jauh, dia dianggap melakukan bid'ah atau dituduh melakukan bid'ah dan keluar dari jalan yang biasa dipergunakan oleh Ahlussunnah. Allah-lah yang akan memperhitungkan apa yang dilakukan olehnya.

Sikap Kita dalam Perbedaan Pendapat Ulama

Dalam menyikapi perbedaan pendapat ulama, kita harus menghormati perbedaan pendapat ulama tersebut dan mempelajari lebih dalam metodologi pentarjihan. Sehingga, kita bisa bijak dalam memilih pendapat fiqh. Tidak fanatik buta ataupun salah menafsirkan nash-nash qath'i maupun zhanni.

Sebaik-baiknya memahami Islam adalah dengan mengikuti pemahaman para 'ulama yang 'alim yang dikenal dengan salafusshalih. Yang dapat menjelaskan dan memecahkan berbagai permasalahan dengan merujuk al-Qur'an dan as-sunnah. Mereka itu dari kalangan shahabat dan dari kalangan tabi'in dan tabi'at tabi'in. Merekalah sebaik-baik generasi dari umat ini, seperti yang disabdakan oleh Rasulullah saw: "Sebaik-baik manusia adalah generasiku, kemudian setelahnya, kemudian setelahnya" (HR. Bukhari & Muslim).. "Wallahu'alam bisshawab".

DAFTAR BACAAN

1. Fii Fiqhil Aulawiyat, Dr. Yusuf al-Qaradhawi
2. Shahih Fiqhussunnah, As-sayid Sabiq
3. Tafsir Ibnu Katsir, Imam Ibnu Katsir
4. Shahih Bukhari, Imam al-Bukhari
5. Ma'alim at-Tanzil, al-Baghawi
Read more »

Kamis, 16 Desember 2010

ISLAM DAN LIBERALISME

No. 17, 10 Muharram 1432 H/16 Desember 2010 M

ISLAM DAN LIBERALISME
Oleh : Erfan Shofari Sholahuddin,S.H.I.
(Peserta Program Kaderisasi Ulama Angkatan Ke-IV ISID Gontor)


Islam adalah agama yang sempurna, Nabi Muhammad Saw sebagai penutup para Nabi, adalah orang yang Allah utus untuk membawa risalah Islam. Islam yang dibawa Nabi Muhammad mencakup segala aspek. Islam adalah Negara, Ummat dan Peradaban.

Islam telah menunjukan kebenaran yang nyata dan semua itu jelas terekam sepanjang sejarah perjalanan Islam, Namun demikian kebenaran tidak selamanya diterima oleh sumua pihak, namun banyak yang mengingkarinya

Tantangan mendasar yang dihadapi ummat Islam saat ini bukan berupa ekonomi, politik, sosial dan budaya, tapi tantangan pemikiran. Tantangan pemikiran ini bersifat Internal dan External sekaligus. Tantangan Internal adalah kejumudan, fanatisme, taklid, bid’ah dan khurofat. Sedangkan tantangan External adalah masuknya paham, konsep, sistem dan cara pandang asing seperti Liberalisme, sekularisme, pluralisme agama, relativisme, feminisme dan gender dan yang lainnya kedalam wacana pemikiran dan kehidupan ummat Islam, sehingga yang terjadi adalah kercancuan berfikir dan kebingungan intelektual.

Sudah menjadi kebiasaan Barat, mereka sengaja menciptakan bermacam-macam istilah dan terminologi untuk meletakkan Dunia Islam dalam aneka perangkap. Mereka, misalnya, menciptakan berbagai istilah (dictation): Islam tradisional-modern, Islam moderate-fundamentalis, Islam legalistik/formalistik-subtantif normatif, Islam kultural-struktural, dan Islam inklusif-eksklusif dll.

Barat juga sengaja melontarkan beragam istilah dan pemikiran dengan trend politik maupun ideologi. Semua itu dimaksudkan untuk meragukan keyakinan umat terhadap pemikiran Islam serta melakukan permainan istilah yang berbahaya; semata-mata kerana ketakutan melihat revivalisme (kebangkitan) umat melalui ideologi Islam.

Mereka memunculkan pemikiran nasionalisme, demokrasi, pluralisme politik, hak asasi manusia, kebebasan, globalisasi, dan sebagainya; termasuk dalam hal ini adalah apa yang dikenal dengan istilah yang sangat asing (absurd): “Islam Liberal”.
Pada kesempatan ini, penulis mencba mengkaji secara historis maupun muatan ide dasar dari ide-ide tersebut di atas, baik Islam sendiri, maupun Liberalisme.

ISLAM

Islam adalah agama (Ad-Dien) yang diturunkan oleh Allah SWT, kepada utusan terakhirnya, Muhammad SAW. Agama ini berisikan seluruh ajaran dan panduan hidup manusia di dunia. Panduan ini bersifat lengkap untuk kesejahteraan seluruh manusia. Panduan bagaimana manusia berhubungan dengan penciptanya, yaitu Allah SWT. Panduan, bagaimana manusia berhubungan dengan manusia yang lainnya, serta panduan bagaimana manusia berhubungan dengan dirinya sendiri.

Seluruh panduan dalam Islam berasal dari Allah swt, yang mutlak kebenarannya. Berisi perintah dan anjuran, begitu pula larangan dan cegahan, serta pilihan yang diserahkan kepada manusia untuk bebas memilihnya.

Secara garis besar, Islam berisikan tentang Aqidah dan Syariat. Aqidah merupakan panduan berupa keyakinan-keyakinan yang harus diimani oleh manusia. Sedangkan Syariat adalah panduan hukum yang berkenaan dengan perbuatan manusia.
Beberapa hal tentang aqidah serta Syar’iat bisa dijelaskan dalam pembahasan ini adalah sebagai berikut:

1. Inti aqidah Islam adalah Laa ilaaha illallah, muhammadun rasuulullaah. Artinya, tiada Tuhan yang patut disembah melainkan Allah swt, dan Muhammad saw, adalah utusan Allah.
2. Aqidah Islam meyakini bahwa pencipta alam seisinya adalah Allah swt. Manusia hidup di dunia ini adalah untuk menjalankan perintah Allah swt. Setelah mati, manusia akan mempertanggungjawabkan seluruh amal perbuatannya di Akhirat, di hadapan Allah swt. Untuk kemudian diganjar ataupun disiksa sesuai dengan perbuatannya di dunia.
3. Aqidah Islam adalah aqidah yang membawa konsekuensi kepada manusia untuk terikat dengan Syariat Allah swt. Syari’at tersebut melingkupi segenap aspek kehidupan manusia. Jadi di dalan Islam, tidak ada satu pun aspek dalam kehidupan manusia ini yang lepas dari aturan Syari’at Allah. Oleh karena itu, Islam mempunyai kekhasan hukum tersendiri dibandingkan dengan syari’at lain manapun. Syari’at Islam (syari’at Allah swt) meliputi hukum-hukum yang menyangkut antara lain : Aqidah, Ibadah, Akhlaq, Muamalah (politik, ekonomi, peradilan, pendidikan dll)
4. Dari Aqidah Islam inilah terpancarkan satu sistem kehidupan yang meliputi sistem politik Islami, sistem ekonomi Islami, sistem pergaulan yang Islami , sistem pendidikan Islami, sistem peradilan Islami dan sistem-sistem lainnya yang Islami.
5. Aqidah Islam bukanlah aqidah sekular, yang memisahkan agama dari kehidupan. Aqidah Islam adalah Aqidah ruhiyah sekaligus aqidah siyasiyyah. Aqidah ruhiyyah adalah aqidah yang terpancar darinya keyakinana-keyakinan tentang akhirat, sedang aqidah siyasiyyah adalah aqidah yang terpancar darinya aturan-aturan kehidupan di dunia.

LIBERALISME

Liberalisme adalah sebuah ajaran tentang kebebasan. Isme ini lahir seiring dengan lahirnya sekularisme. Jadi Liberalisme adalah anak kandung Sekularisme.Ia bersaudara dengan Kapitalisme dan Demokrasi. Ia mengajarkan akan kebebasan manusia dalam hal apa saja. Kebebasan beragama, kebebasan berpendapat, kebebasan berperilaku dan kebebasan kepemilikan. Dari liberalisme ini muncullah gerakan-gerakan baru yang mengatas namakan gerakan memperjuangkan HAM, Hak Asasi Manusia.

Liberalisme, yang sekarang ini dianut oleh negara-negara Barat dan seluruh pengikutnya, berawal dari adanya kompromi yang terjadi antara pihak agamawan (gereja Eropa) dan golongan Ilmuwan (scientist) Eropa yang tidak puas dengan adanya aturan-aturan yang diberlakukan pihak gereja dalam masyarakat.. Kesepakatan itu isinya adalah pemisahan antara urusan akhirat yang diberikan wewenangnya kepada pihak agamawan, sedangkan urusan dunia diserahkan sepenuhnya kepada pihak masyarakat pada umumnya. Pemisahan agama dari kehidupan inilah yang menjadi awal lahirnya sekularisme.

Beberapa hal tentang Aqidah sekuler yang bisa dijelaskan secara singkat dalam pembahasan ini adalah sebagai berikut :

1. Urusan agama adalah wewenang pihak gereja, sedangkan urusan kehidupan dunia adalah wewenang masyarakat pada umumnya. Agama adalah urusan individu yang tidak boleh dibawa-bawa dalam urusan publik dan kenegaraan.
2. Tuhan telah menciptakan manusia, adapun hukum-hukum yang mengatur kehidupan manusia diserahkan sepenuhnya kepada manusia untuk membuatnya.
3. Dari aqidah sekular ini terpancarlah aturan-aturan dan system kehidupan. Terpancarlah darinya sistem ekonomi (Kapitalis), sistem Pergaulan Kehidupan yang bebas dan permissive (Liberalis) dan sistem politik pemerintahan (Demokrasi)
4. Liberalisme, lebih lanjut mengajarkan adanya kebebasan dalam hal :
a. Beragama
b. Berpendapat
c. Berperilaku
d. Kepemilikan

PERBANDINGAN ANTARA ISLAM DAN LIBERALISME :

1. Aqidah :
Liberalisme beraqidah sekular, sedangkan Islam tidak beraqidah sekular
2. Sistem kehidupan yang terpancar darinya :
Islam menuntun kehidupan dengan sistem-sistem yang lahir dari Agama Islam itu sendiri. Aturan Islam datang dari Allah swt. Liberalisme melahirkan aturan-aturan yang tidak berlandaskan agama sama sekali.
3. Tentang kebebasan beragama:
Islam mengajarkan bahwa agama di sisi Allah hanyalah Islam. Liberalisme mengajarkan bahwa agama tidak perlu dipersoalkan. Agama adalah urusan individu. Setiap Individu bebas memilih agama apapun.
4. Tentang kebebasan berpendapat:
Tidak ada kebebasan berpendapat dalam Islam, kecuali dalam hal-hal yang mubah. Oleh karena itu Musyawarah dalam Islam hanya dalam persoalan mubah. Hal ini berbeda sama sekali dengan Liberalisme. Liberalisme membebaskan berpendapat apa saja dalam seluruh persoalan, karena setiap individu dijamin bebas berpendapat.
5. Tentang kebebasan berprilaku, syariat Islam mengikat setiap perbuatan manusia. Setiap perbuatan manusia harus terikat dengan hukum syari’at. Hal ini beda sama sekali dengan Liberalisme, dimana ia membebaskan setiap individu untuk berbuat apa saja asalkan tidak merugikan individu yang lain.


Kesimpulan

Dari paparan ide dasar baik Islam maupun Liberalisme tersebut di atas, jelas sekali bahwa antara Islam dan Liberalisme, tidak ada kaitannya sama sekali, dan tidak perlu dikait-kaitkan. Mengaitkan dua hal yang bertentangan adalah tindakan yang tidak benar. Apalagi hasil kaitan yang di reka-reka tersebut disebar luaskan untuk bisa diikuti umat. Jelas ini merupakan aktivitas yang membodohi umat. Perlu diwaspadai gerakan-gerakan yang mengatasnamakan Islam, pembaharuan Islam, akan tetapi sesungguhnya adalah penghancuran terhadap Islam dari dalam.

Referensi :

- Dr. Hamid Fahmy Zarkasyi, Liberalisasi Pemikiran Islam, (Ponorogo: CIOS-ISID,2007).
- Adian Husaini, Wajah Peradaban Barat, Dari Hegemoni Kristen ke Dominasi Sekular-Liberal.( Gema Insani Press, Jakarta 2005).
- Adian Husaini, Nuaim Hidayat, Islam Liberal, Sejarah Konsepsi, penyimpangannya, dan jawabannya. (Gema Insani Press, Jakarta 2002).
- http://liberalisme.blogsome.com/2005/12/04/islam-liberal-anjuran-barat-bhg-3/
- http://www.dudung.net/artikel-islami/islam-dan-liberalisme-adakah-korelasinya.html
Read more »

Sabtu, 11 Desember 2010

ILMU FALAK : Korelasi Ilmu Keislaman Klasik dengan Sains Modern

No. 16, 04 Muharram 1432 H/09 Desember 2010 M

ILMU FALAK : Korelasi Ilmu Keislaman Klasik dengan Sains Modern
Oleh: Minda Sari Nurjamilah
(Alumni Darussalam Th.2008 / Mahasiswi Konsentrasi Ilmu Falak IAIN Walisongo Semarang)

Berbicara mengenai ilmu falak tentunya sangat berkaitan erat dengan ilmu astronomi. Maka akan diulas secara singkat mengenai historisitas ilmu astronomi sekaligus eksplorasi latar belakang khazanah dunia Islam dalam dunia astronomi.

Selama kurang lebih 14 abad, peradaban Islam dapat berjaya di seantero dunia. Peradaban Islam dapat mengungguli semua peradaban pada masa itu dalam semua aspek kehidupan. Keunggulan tersebut dapat terlihat dalam bidang politik, militer, ekonomi, sosial dan ilmu pengetahuan serta teknologi khususnya ilmu astronomi. Meskipun semua bidang kehidupan itu mengalami pasang surut, tetapi selama 14 abad peradaban Islam masih terbilang menjadi peradaban adidaya.

Dalam bidang ilmu astronomi, peradaban Islam menjadi pelopor sekaligus peletak pondasi bagi perkembangan ilmu astronomi pada saat ini. Selama peradabannya, perkembangan astronomi Islam selalu yang terdepan dan menjadi guru bagi perkembangan ilmu astronomi di belahan dunia lain. Islam juga melahirkan banyak astronom terkemuka seperti Muhammad Al-Fazari, Al Battani (Al Bategnius), Al Biruni, As-Shufi (Azhopi), Al Khawarizmi, Al Fargani, dan lain-lain.

Kemudian dari ilmu astronomi tersebut muncul ilmu falak sebagai cabang dari ilmu astronomi. Secara etimologi Falak (الفلك) artinya orbit atau lintasan benda-benda langit. Sehingga ilmu falak merupakan ilmu pengetahuan yang mempelajari lintasan benda-benda langit (khususnya bumi, bulan dan matahari) pada orbitnya masing-masing untuk mengetahui posisi benda langit tersebut guna mengetahui waktu – waktu di permukaan bumi. Ilmu falak ini merupakan ilmu yang lebih spesifik dari Astronomi karna orientasi objek kajiannya hanya pada bumi, bulan dan matahari. Sedangkan Astronomi mempelajari benda-benda langit secara umum.

Urgensi Mempelajari Ilmu Falak

Mempelajari ilmu falak pada dasarnya mempunyai kepentingan yang saling berkaitan yaitu untuk penguasaan dan pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Sehingga muncul para ahli falak (astronom muslim) terkenal pada abad-abad kemajuan Islam yang mengembangkan ilmu falak melalui berbagai percobaan dan penelitian secara mendalam. Kemudian juga untuk keperluan yang berkaitan dengan masalah-masalah ibadah, seperti shalat, puasa, dan haji. Keperluan ini meliputi penentuan arah kiblat, penentuan waktu shalat, penentuan awal bulan kamariah untuk puasa, haji dan hari-hari besar Islam, serta untuk penentuan saat terjadinya peristiwa gerhana.

Ilmu falak yang membahas arah kiblat pada dasarnya adalah menghitung besaran sudut yang diapit oleh garis meridian yang melewati suatu tempat yang dihitung arah kiblatnya dengan lingkaran besar yang melewati tempat yang bersangkutan dan ka’bah, serta menghitung jam berapa matahari itu memotong jalur menuju ka’bah.

Sedangkan dalam pembahasan waktu-waktu shalat pada dasarnya adalah menghitung tenggang waktu antara waktu ketika matahari berada di titik kulminasi atas dengan waktu ketika matahari berkedudukan pada awal waktu-waktu shalat. Kemudian dalam pembahasan awal bulan ilmu falak adalah menghitung waktu terjadinya ijtima’ (konjungsi), yakni posisi matahari dan bulan memiliki nilai bujur astronomi yang sama, serta menghitung posisi bulan (hilal) ketika matahari terbenam pada hari terjadinya konjungsi itu.

Sementara yang dibahas dalam gerhana adalah menghitung waktu terjadinya kontak antara matahari dan bulan, dimana bulan mulai menutupi matahari dan lepas darinya pada gerhana matahari, serta kapan bulan mulai masuk pada umbra bayangan bumi serta keluar darinya pada gerhana bulan.

Dengan ilmu falak, setiap muslim dapat memastikan kemana arah kiblat bagi suatu tempat di permukaan bumi yang jauh dari Mekkah. Juga dapat mengetahui waktu shalat sudah tiba atau matahari sudah terbenam untuk berbuka puasa serta perukyat dapat mengarahkan pandangannya ke posisi hilal. Dengan demikian ilmu falak dapat menumbuhkan keyakinan bagi setiap muslim dalam melakukan ibadah, sehingga ibadahnya lebih mantap karena penentuan waktu ibadah yang akurat.

Hisab dan Rukyat

Pada saat ini sangat diperlukan adanya metode yang tepat dalam penentuan awal waktu yang benar-benar ilmiah dan terpadu dengan kaidah syar’i. Penggunaan pemikiran yang matematis dan teori probabilitas yang didukung oleh data serta teguh berpegang pada kaidah syar’i perlu tetap dikembangkan dalam kegiatan hisab dan rukyat.

Hisab dan rukyat merupakan dua metode yang dipergunakan dalam penentuan kajian ilmu falak. Dengan hisab (perhitungan), kita dapat menentukan posisi hilal tanpa terhadang oleh mendung, kabut, dan sebagainya. Juga dapat diketahui kapan terjadi ijtima’ (conjunction), apakah bulan itu sudah di atas ufuk atau belum. Dengan hisab pula dapat dibuat kalender Hijriah tahunan secara jelas dan pasti. Namun disamping kelebihannya juga terdapat kekurangan dari metode Hisab ini, yaitu masih terdapat bermacam-macam sistem perhitungan, yang hasilnya akan berbeda-beda.

Sedangkan rukyat (obsevation) merupakan metode ilmiah yang akurat, karena prosesnya mengamati dan melihat (hilal) secara langsung. Hal ini terbukti dengan berkembangnya ilmu falak (astronomi) pada zaman keemasan Islam.

Namun terdapat beberapa kelemahan yaitu hilal pada tanggal satu sangat tipis sehingga sangat sulit dilihat oleh mata telanjang, apalagi tinggi hilal kurang dari 2 derajat. Selain itu, ketika matahari terbenam (sunset) di ufuk sebelah Barat masih memancarkan sinar berupa mega merah, mega inilah yang menyulitkan melihat bulan sendiri dalam fase pertama (newmoon). Cahaya hilal sangat lemah dibandingkan dengan cahaya matahari maupun senja (twilight), sehingga teramat sulit untuk dapat mengamati hilal yang kekuatan cahayanya kurang dari itu. Kemudian juga ada kendala cuaca, seperti kabut, hujan, debu dan asap yang menghalangi proses observasi.

Pada hakikatnya tidak ada pertentangan antara Hisab dan Rukyat karena keduanya saling berkaitan. Hisab menyediakan data bagi pelaksanaan rukyat, baik tentang penentuan posisi hilal maupun saat pengamatan dan penggunaan peralatannya. Rukyat yang dilaksanakan dengan pedoman dan nilai ilmiah berfungsi menguji kebenaran perhitungan dalam hisab dan dapat dimanfaatkan untuk koreksi.

Daftar Bacaan :

• Azhari, Susiknan, Ilmu Falak Perjumpaan Khazanah Islam dan Sains, Yogyakarta: Suara Muhammadiyah, 2007
• Badan Hisab & Rukyat Dep. Agama, Almanak Hisab Rukyat, Proyek Pembinaan Badan Peradilan Agama Islam.
• Izzuddin, Ahmad, Fiqh Hisab Rukyah, Menyatukan NU & Muhammadiyah Dalam Penentuan Awal Ramadhan, Idul Fitri dan Idul Adha, Jakarta: Penerbit Erlangga, 2007
• Khazin, Muhyiddin, Ilmu Falak Dalam Teori dan Praktik, Yogyakarta: Buana Pustaka, 2004
• Ramdan, Anton, Islam dan Astronomi, Jakarta: Bee Media Indonesia, 2009
Read more »

Kamis, 02 Desember 2010

SANTRI, ANTARA CINTA DAN CITA-CITA

No. 14, 25 Dzulhijjah 1431 H / 02 Desember 2010 M

SANTRI, ANTARA CINTA DAN CITA-CITA
Oleh : H. A Syarif Hidayatulloh, S.Pd.I ( Alumni Reward 2001 )

Kala ku bertemu
Jasadku seolah kaku dengan kehadirannya
Kala ia memandang
lisanku seolah kelu oleh tatapannya
Kala ia bicara
Mulutku terkatup kelu oleh intonasinya
Namun,,
Kurasakan ketentraman luar biasa
Merasuk kedalam jiwa
Karena ku tahu
Cintanya hanya untukku

Begitulah goresan pena, ungkapan hati seorang santri yang sedang di selimuti rasa cinta. Tapi coba renungkan, jangan tanyakan apa yang membuatmu begitu cantik/ganteng. Namun, sekali-kali pertanyakanlah apa yang menyebabkan kejelekanmu terlihat begitu indah?.

Santri di lingkungan pesantren modern dalam kehidupan sehari-harinya tidak terlepas dari aktivitas membaca, menghafal, mengkaji ilmu, menggali kreativitas, skill, seni dan keterampilan lainya. bahkan sampai pada musik modern sekalipun ia coba untuk di pelajari. Mereka senantiasa disibukan dengan berbagai aktivitas guna mempersipkan genarasi Islam yang tangguh dan berprestasi.

Namun pada kenyataannya virus merah jambu ini dapat menyerang siapa saja yang bernama manusia, tidak mengenal tempat dan batas usia. Cinta yang tak pernah bosan untuk di obrolkan. Cinta yang tak pernah pupus oleh waktu, ia senantiasa hadir dalam kehidupan kita. Karena cinta memiliki keunikan dan sekaligus “ keajaiban”.

Namun ada satu fenomena yang menarik dan perlu mendapat perhatian dari kita semua. Sepertinya sebagaian besar dari kita selalu merasa “gatal” bahwa jika cinta tak diekpresikan dengan aktivitas mencintai, akan berakhir dengan kesengsaraan dan penderitaan. Cinta sebenarnya tidak sama dengan aktivitas mencintai, itu sebabnya, jangan heran jika akhirnya banyak yang salah memaknai cinta.

Ibnu Hazm al-Andalusy mengatakan; “cinta adalah kejujuran, ketulusan dan kesetiaan, cinta sejati adalah kesuciaan yang harus di jaga. Cinta semestinya berhulu iman, bermuara takwa dan kebersihan jiwa”.

Mari kita renungkan Sabda Rasul Saw yang diriwayatkan oleh sahabat Ibnu Abbas R.A :
“kedudukan setan dalam diri seorang pria itu ada tiga tempat, dalam pandangannya, hatinya, dan dalam ingatannya. Kedudukan setan dalam diri seorang wanita juga ada tiga, dalam lirikan matanya, hatinya, dan kelemahannya”.

Islam Mengakui Rasa Cinta

Islam mengakui adanya rasa cinta yang ada dalam diri manusia. Ketika seseorang memiliki rasa cinta, maka hal itu adalah anugerah Allah SWT. Termasuk rasa cinta kepada wanita (lawan jenis) dan lain-lainnya.

Rasul SAW bersabda : ”telah di anugrahkan kepadaku kecintaan pada wanita dan wangi-wangian serta di jadikan penyejuk mataku ada pada shalat” ( HR. Nasai dan Ahmad ).

Allah SWT Berfirman : “Dijadikan indah pada manusia kecintaan kepada apa-apa yang diingini, yaitu: wanita-wanita, anak-anak, harta yang banyak dari jenis emas, perak, kuda pilihan, binatang-binatang ternak dan sawah ladang. Itulah kesenangan hidup di dunia, dan di sisi Allah-lah tempat kembali yang baik .”(QS. Ali Imran :14).

Cinta kepada lain jenis hanya ada dalam wujud ikatan Formal

Dalam konsep Islam, cinta kepada lain jenis itu hanya dibenarkan manakala ikatan di antara mereka berdua sudah jelas, sah dan halal. Sebelum adanya ikatan itu, maka pada hakikatnya bukan sebuah cinta, melainkan nafsu syahwat dan ketertarikan sesaat.

Sebab cinta dalam pandangan Islam adalah sebuah tanggung jawab yang tidak mungkin sekedar diucapkan atau digoreskan di atas kertas surat cinta belaka. Atau janji muluk-muluk lewat SMS, chatting dan sejenisnya. Tapi cinta sejati haruslah berbentuk ikrar dan pernyataan tanggung-jawab yang disaksikan oleh orang banyak.

Bahkan lebih ‘keren’nya, ucapan janji itu tidaklah ditujukan kepada pasangan, melainkan kepada ayah kandung wanita itu. Maka seorang laki-laki yang bertanggung-jawab akan berikrar dan melakukan ikatan untuk menjadikan wanita itu sebagai orang yang menjadi pendamping hidupnya, mencukupi seluruh kebutuhan hidupnya, qowwam baginya, dan menjadi `pelindung` dan ‘pengayomnya`. Bahkan `mengambil alih` kepemimpinannya dari bahu sang ayah ke atas bahunya. Jika sudah terucap ikrar itu jadilah ia ‘the real gentleman’.

Jangan Nodai Cinta

Ibnul qoyyim Berkata : “cinta yang suci akan berubah menjadi kotor jika di kendalikan oleh hawa nafsu dan syahwat”.

Semua bentuk aktifitas pacaran sebenarnya bukanlah aktifitas cinta, sebab yang terjadi adalah kencan, duduk berduaan yang belum halal, berpeganagan tangan, bahkan bergerilya dan bersenang-senang. Sama sekali tidak ada ikatan formal yang resmi dan diakui. Juga tidak ada ikatan tanggung-jawab antara mereka.


Ingatlah akan firman Allah SWT yang berbunyi :“ ..... sesungguhnya pendengaran, penglihatan, dan hati nurani, semua itu akan di mintai pertanggungjawabannya” ( QS. Al Isra : 36 )
“ pada hari ini kami tutup mulut mereka, tangan mereka akan berkata kepda kami dan kaki meraka akan memberikan kesaksian terhadap apa yang dahulu mereka kerjakan.” ( QS. Yaasin : 65 )

Dalam format mencari pasangan hidup, Islam telah memberikan panduan yang jelas tentang apa saja yang perlu diperhitungkan. Misalnya sabda Rasulullah SAW tentang 4 kriteria yang terkenal itu.

Dari Abi Hurairah RA bahwa Rasulullah SAW berdabda,”Wanita itu dinikahi karena 4 hal : hartanya, keturunannya, kecantikannya dan agamanya. Maka perhatikanlah agamanya kamu akan selamat”. (HR. Bukhari Muslim)

Selain keempat kriteria itu, Islam membenarkan bila ketika seorang memilih pasangan hidup untuk mengetahui hal-hal yang tersembunyi yang tidak mungkin diceritakan langsung oleh yang bersangkutan. seperti pendidikan dan ilmu pengetahuannya, pekerjaannya, pengalaman dan kedewasaannya. Maka dalam masalah ini, peran orang tua atau pihak keluarga menjadi sangat penting. Inilah proses yang dikenal dalam Islam sebagai ta’aruf.

Dalam Islam, hanya hubungan suami istri sajalah yang membolehkan terjadinya kontak-kontak yang mengarah kepada birahi. Baik itu sentuhan, pegangan, cium dan juga seks. Sedangkan di luar nikah, Islam tidak pernah membenarkan semua itu. Akhlaq ini sebenarnya bukan hanya monopoli agama Islam saja, tapi hampir semua agama mengharamkan perzinaan. Firman Allah SWT : “jangan dekati zina. Karena ia merupakan perbuatan keji dan seburuk-buruk jalan.” ( Q.S. Al-Isra : 32 ).

Dahulukan ilmu, kejar cita-cita, dan Raih Prestasi

Bolehkah aku megikutimu supaya kamu mengajariku ilmu yang benar diantara ilmu-ilmu yang telah di ajarkan kepadamu?” ( Al-kahfi : 66 )
Ayat diatas mengisahkan tentang kedudukan nabi musa yang tinggi dan terhormat. namun tidak menghalanginya untuk terus mencari ilmu dan mengarungi lautan demi ilmu, bahkan meminta tambahan ilmu. Demikianlah Alloh tidak pernah memerintahkan Rasul-Nya untuk meminta tambahan sesuatu perkara kecuali dalam Ilmu.

Abdulloh Ibnu Mas’ud apabila ia membaca Firman Allah SWT: “katakanlah “ Ya Tuhanku tambahkanlah kepadaku ilmu”. ( Thaha : 114 ) Maka dia berdo’a : “ Ya Allah tambahkanlah kepadaku ilmu, keimanan, dan keyakinan”.

Ibnu Mas’ud adalah pencari ilmu sejati yang dalam hal ini wajar dan sangat pantas ia berkata: “ Demi Alloh yang tiada sesembahan yang berhak disembah selain Dia. Tidak ada satu ayat dalam satu suratpun dalam Al-Qur’an yang diturunkan kecuali aku mengetahui dimana diturunkan. Tiada satu ayatpun turun kecuali aku mengetahui kepada siapa diturunkan. Seandainya aku tahu ada orang yang lebih mengaetahui Al-Qur’an selain diriku, sedangkan untaku mampu menjangkaunya, niscaya aku akan kendarai untuk pergi kesana.

Abu bakar Syaharzuri Rahimahulloh pernah berkata :
Cita-citaku di atas bintang kartika maupun kejora
Sungguh tinggi hingga tak terkejar
Aku pun berjibaku dengan hari-hariku
Menundukan atau aku yang harus binasa

Ibnu hajar al asqolani cita-citanya hanya terfokus untuk, menelaah, membaca, mendengar, beribadah, mengarang dan mengajar. Tidak ada waktu yang tidak termanfaatkan kecuali untuk kebiasaan tersebut.

Akhi, jika saat ini engkau sedang terserang virus merah jambu, yakinlah bahwa dia yang sedang kau rindui dan kau cintai sedang dalam bimbingan dan didikan-NYA supaya menjadi pendamping lelaki pilihan sepertimu.

Ukhti, engkau pun demikian, jika ia yang di puja dan di cinta seakan menjadi pilihan terbaikmu berdoalah semoga Alloh mempertemukanmu dalam ikatan suci, namun jika tidak, yakinlah bahwa Alloh sudah memepersiapkan pengganti yang jauh lebih sholih, jauh lebih Alim, jauh lebih baik, jauh lebih dalam pengalamannya, jauh lebih dewasa dan berusahalah untuk selalu menjaga kesucian dan kehormatan jiwamu.

Qodho dan takdir Allah SWT telah di tetapkan, setiap kejadian telah di bukukan, oleh karena itu jangan terbuai asmara cinta sesaat, merenung, berasik apik dalam cinta semu, atau bersedih hati dan menyesali diri. Ciptakanlah mimpi, gali potensi dan raih prestasi. Jika sudah saatnya nanti, jemputlah sang kekasih dengan kemantapan iman, berbekalkan taqwa dan bermodalkan ilmu. Allahu Akbar!!!.

Referensi :

al-Qur'an al-Karim
Tarjamah Ringkasan Syarh Riyadus Sholihin, Imam An Nawawi, Ibs 2008
Taman Orang jatuh Cinta, Ibnul Qoyyim, Ibs, 2008
Ku jemput jodohku, fadlan al ikhwani, Pro u 2 media, 2008
Hikmah harian republika, 2009
Loving you merit yuk, O.Solihin & Hafidz341, Gip 2005
Spirit of succes, aris ahmad jaya, abco publisher,2008
Sekolah cinta Rasululloh, Dr. Nizar Abazhah, Zaman 2010
Read more »

BERFIKIR NEGATIF ADALAH CANDU

No. 14, 17 Dzulhijjah 1431 H / 25 November 2010 M

BERFIKIR NEGATIF ADALAH CANDU
Muhammad Yasyfi Afazani / Mahasiswa ISID Gontor

Apakah anda mengenal orang yang selalu berfikir negatif? Apakah anda mengenal orang yang selalu melihat segala sesuatu itu hanya dari sisi negatifnya saja? Apakah anda mengenal orang yang menjadikan rokok, minuman keras, atau narkoba sebagai pelarian dari masalah yang dihadapi?

Berfikir negatif adalah penyakit yang sangat berbahaya. Ia adalah candu seperti narkoba dan minuman keras. Pada dasarnya kecanduan itu sendiri adalah dampak dari jiwa yang labil dan negatif sehingga mendorong orang berusaha menghindarinya. Maka, ia pun menuju sesuatu yang dianggap sebagai solusi. Ia memulai dengan langkah pertama, kemudian mengulanginya hingga menjadi kebiasaan. Kebiasaan ini digunakan untuk lari dari berbagai masalah. Dengan kebiasaan seperti ini ia merasa bahagia. Padahal, tanpa disadari, ia telah terjerumus pada kondisi yang lebih berbahaya. Semua jenis kecanduan, pada rokok, narkoba, minuman keras, pergaulan bebas, TV, Playstation, dan sebagainya, berakar pada pikiran yang labil atau negatif. Jadi, pikiran negatif bisa menjadi penyebab kecanduan karena seseorang yang memiliki stabilitas spiritual, tidak akan berfikir untuk mencari pelarian dari persoalan hidup dengan cara seperti ini. Justru segala pesoalan ia hadapi dengan sikap positif. Untuk itu, ia menerima semua pemberian Allah dan hanya kepada-Nya ia tawakal. Maka, ia akan semakin rajin shalat, berdoa, dan bersabar. Untuk orang-orang semacam ini Allah menjanjikan kebaikan di dunia dan akhirat.

Jika kita amati, orang yang kecanduan rokok pada awalnya adalah hanya berfikir (gagasan) untuk mencoba merokok, langkah selanjutnya ia mencoba, lalu melakukannya dengan perasaan. Perbuatan itu lantas di ulang-ulang hingga menjadi kebiasaan yang ia lakukan secara otomatis karena sudah menjadi bagian dari perilakunya. Berfikir negatif pun memiliki kecenderungan yang sama dengan kecanduan. Pada awalnya hanya berfikir negatif, lalu dilakukan berulang-ulang hingga menjadi bagian dari perilaku.

Karena perilaku mendatangkan dampak dan dibentuk oleh pikiran dasar maka pikiran negatif yang berkelanjutan akan menghasilkan perilaku negatif yang berkelanjutan juga. Inilah yang disebut kecanduan. Pikiran negatif tidak hanya menyebabkan candu, tapi ia sendiri adalah candu yang harus diatasi.

Kita harus mengetahui bahwasannya setiap kepribadian dipengaruhi oleh program tertentu dari luar. Program ini menjadi alat yang ia gunakan untuk memandang kehidupan. Mungkin ada orang yang hidup dalam keluarga yang biasa bersikap dan berbicara secara negatif. Ia pun meyakini bahwa perilaku itu merupakan perilaku alami yang ia gunakan untuk bergaul dengan orang lain. Tanpa disadari ia lakukan perilaku itu secara berulang hingga menjadi kebiasaan.

Mari kita mengenal berbagai kepribadian negatif:

• Keyakinan dan bayangan negatif.
Kepribadian yang negatif lebih sering meyakini kegagalan dari pada keberhasilan. Bayangan kegagalan selalu ada dalam pikirannya. Ia cenderung kurang percaya diri dalam menghadapi segala sesuatu.

•Menolak perubahan.
Karena keyakinan dan bayangan negatif, seseorang menolak perubahan apapun yang mengeluarkannya dari zona aman dan nyaman. Ia menolak perubahan dan menyelamatkan diri dengan berbagai cara.

•Tidak berperan aktif menyelesaikan masalah
Karena kepribadian yang negatif berhubungan erat dengan perasaannya dalam menghadapi masalah maka tindakannya lebih mengarah pada mempertegas sesuatu dari pada menyelesaikannya. Dalam banyak kasus, orang dengan kepribadian seperti ini akan panik dan emosional. Akibatnya masalah yang dihadapi semakin kacau dan kompleks. Jadi, masalah sebenarnya ada dalam dirinya sendiri.

•Selalu mengeluh, mencela, dan melihat sisi negative dari segala sesuatu.
Ketika kepribadian yang negatif menghadapi masalah, ia cenderung menyalahkan orang lain atau sesuatu dan pengalaman pahit yang dialami waktu kecil. Ia tidak mau bertanggung jawab dan malah melemparkan tanggung jawab itu kepada orang lain.

•Selalu merasa frustasi, sendiri, dan gagal.
Karena pikiran negatif yang berkali-kali dan menguatnya pikiran ini. Hingga menjadi keyakinan. Maka, ia selalu di bayang-bayangi kegagalan. Jika sudah demikian, ia tidak lagi punya harapan untuk maju dan berkembang. Karena ia menggunakan cara-cara mencela dan mengkritik. Maka, hal ini akan berbalik kepadanya dan mempengaruhi perasaanya. Dari waktu kewaktu perasaan ini kian menumpuk dan mengakar pada akal bawah sadarnya. Hingga menjadi spontanitas yang tak disadari.

•Hasil kerja dari capaian individunya menjadi lemah
Hanya sedikit sekali target hidup yang dapat ia capai. Pikiran dan perasaan negative tidak akan membantu orang untuk maju dan berkembang. Bahkan sebaliknya, pikiran dan perasaan negatif hanya akan membuat orang semakin jauh dari cita-citanya, baik di tempat kerja atau dalam kehidupannya. Sebuah penelitian tentang penyebab orang menjadi jauh dari cita-citanya pernah dilaksanakan di New York, Amerika. Penyebab utamanya adalah jauh dari Allah dan selalu berfikir negatif.

• Senang menyendiri dan tidak mampu bersosialisasi hingga tidak punya sahabat.
Tidak seorang pun mau berdampingan dengan orang yang berkepribadian negatif, karena sikap dan prilaku orang semacam ini selalu negatif maka orang-orang pun akan menjauhinya. Jika demikian ia akan terasingkan kemudian selalu bermuram durja

•Sangat mungkin terserang penyakit jiwa atau penyakit.
Pada tahun 1986 sebuah fakultas kedokteran di Sanfransisco mengadakan penelitian tentang hubungan akal dan tubuh dalam hal merebaknya berbagai penyakit, baik penyakit jiwa atau penyakit fisik. Hasil penelitian menegaskan bahwa lebih dari 95% penyebab munculnya penyakit bersumber dari akal. akal berpikir, lalu mengirimkan pesan ke tubuh. Selanjutnya tubuh merespon. Respon itulah yang memengaruhi seluruh anggota tubuh. Contoh: ketika sesorang di pecat dari pekerjaanya maka pikirannya fokus pada perasaan tidak dihargai, di buang, dan takut akan masa depan. Ketika itu jantungnya berdetak kencang dan memompa darah dalam jumlah yang banyak. Detak jantungnya meningkat 2 atatu 3 kali lipat. Hal ini tentu melahirkan berbagai penyakit jantung. Penelitian itu melihat lebih jauh lagi bahwa pikiran negatif membuat sistem saraf selalu tegang. Sistem kekebalan tubuh pun mengerahkan pasukan untuk melindungi. Tarikan nafas menjadi pendek dan cepat, tekanan darah meningkat, suhu tubuh berubah, dan kadar adrenalin bertambah. Semua jelas dapat memunculkan berbagai penyakit.

Karena pikiran negatif orang harus mengalami kesedihan mendalam hingga harus dilarikan kerumah sakit. Ia akan selalu cemas, gelisah, frustasi, sedih, kesepian, dan sebagainya. Semua penyakit ini memerlukan penanganan khusus dari para ahli.

Ini beberapa contoh kepribadian negatif. Banyak contoh lain kepribadian negative seperti ragu, emosional, dengki, benci, dan lain-lain yang bersumber dari pikiran negatif.

Coba kita renungkan dan jawab. Apakah pikiran negatif semakin mendekatkan kita kepada Allah? Apakah pikiran negatif membantu kita mewujudkan apa yang kita inginkan? Apakah pikiran negatif membahagiakan kita dan orang lain? apakah pikiran negatif menjadikan kita sebagai seorang ayah, ibu, saudara, atau anak yang lebih baik? Dan apakah pikiran negatif membantu kita membangun masa depan masyarakat?
Untuk semua pertanyaan diatas, kita pasti menjawab, “TIDAK”. Pikiran negatif justru akan menghasilkan sebaliknya. Selain menjauhkan kita dari Allah, ia juga menjauhkan kita dari cita-cita dan menimbulkan masalah psikis, kesehatan, keluarga dan sosial. Pikiran negatif juga menguburkan nilai-nilai dan mengancam keberlangsungan hidup kita. Menghindarlah dari berfikir negatif karena pikiran itu akan menumpuk dan menyebar hingga menjadi kebiasaan yang menghalangi kita mencapai tujuan dan mendatangkan masalah yang tidak berkesudahan. Yang paling penting untuk disadari adalah pikiran negatif menguatkan ego rendah dan menjauhkan kita dari Allah. Dari itu, marilah kita sama-sama membiasakan diri untuk berhusnudzon. Karena dengan pembiasaan lah kita akan menjadi sebuah karakter “At the first you make habbit, at the last habbit make you”.
Read more »