Ahlan Wasahlan wa Marhaban Biziyaaratikum.. Selamat Membaca dan Menikmati Sajian dari kami.. :)..
Penasihat : Pimpinan Pondok Pesantren Darussalam | Pemimpin Umum : Joko Waluyo, S.Pd.I | Pemimpin Redaksi :Devi Muharrom Sholahuddin, Lc. | Wakil Pemimpin Redaksi : Muhammad Sendi Sayyina, S.Pd.I | Dewan Redaksi : Ali Nurdin, M.S.I, Asep Deni Fitriansyah, M.Phil., Asep Ali Rosyadi, S.Ag., Asep Roni Hermansyah, S.Pd.I, Ajat Syarif Hidayatullah, S.Pd.I Al-Hafidz | Distributor : Munir Hermansyah, S.Pd.I, Egi Mulyana, S.Pd.I, Acep Mutawakkil | Dapur Redaksi : Gedung Perpustakaan Pondok Pesantren Darussalam Sindang Sari Kersamanah Garut Indonesia 087758202070 | Risalah Ilmiah FIGUR Darussalam diterbitkan oleh Forum Ilmiah Guru (FIGUR) Pondok Pesantren Darussalam, terbit seminggu sekali, Redaksi menerima tulisan dari berbagai kalangan dan berhak untuk mengeditnya tanpa merubah maksud dan isi tulisan | Kritik dan saran silahkan hubungi redaksi via surat, telepon atau email (figur-darussalam@yahoo.com)

Sabtu, 11 Desember 2010

ILMU FALAK : Korelasi Ilmu Keislaman Klasik dengan Sains Modern

No. 16, 04 Muharram 1432 H/09 Desember 2010 M

ILMU FALAK : Korelasi Ilmu Keislaman Klasik dengan Sains Modern
Oleh: Minda Sari Nurjamilah
(Alumni Darussalam Th.2008 / Mahasiswi Konsentrasi Ilmu Falak IAIN Walisongo Semarang)

Berbicara mengenai ilmu falak tentunya sangat berkaitan erat dengan ilmu astronomi. Maka akan diulas secara singkat mengenai historisitas ilmu astronomi sekaligus eksplorasi latar belakang khazanah dunia Islam dalam dunia astronomi.

Selama kurang lebih 14 abad, peradaban Islam dapat berjaya di seantero dunia. Peradaban Islam dapat mengungguli semua peradaban pada masa itu dalam semua aspek kehidupan. Keunggulan tersebut dapat terlihat dalam bidang politik, militer, ekonomi, sosial dan ilmu pengetahuan serta teknologi khususnya ilmu astronomi. Meskipun semua bidang kehidupan itu mengalami pasang surut, tetapi selama 14 abad peradaban Islam masih terbilang menjadi peradaban adidaya.

Dalam bidang ilmu astronomi, peradaban Islam menjadi pelopor sekaligus peletak pondasi bagi perkembangan ilmu astronomi pada saat ini. Selama peradabannya, perkembangan astronomi Islam selalu yang terdepan dan menjadi guru bagi perkembangan ilmu astronomi di belahan dunia lain. Islam juga melahirkan banyak astronom terkemuka seperti Muhammad Al-Fazari, Al Battani (Al Bategnius), Al Biruni, As-Shufi (Azhopi), Al Khawarizmi, Al Fargani, dan lain-lain.

Kemudian dari ilmu astronomi tersebut muncul ilmu falak sebagai cabang dari ilmu astronomi. Secara etimologi Falak (الفلك) artinya orbit atau lintasan benda-benda langit. Sehingga ilmu falak merupakan ilmu pengetahuan yang mempelajari lintasan benda-benda langit (khususnya bumi, bulan dan matahari) pada orbitnya masing-masing untuk mengetahui posisi benda langit tersebut guna mengetahui waktu – waktu di permukaan bumi. Ilmu falak ini merupakan ilmu yang lebih spesifik dari Astronomi karna orientasi objek kajiannya hanya pada bumi, bulan dan matahari. Sedangkan Astronomi mempelajari benda-benda langit secara umum.

Urgensi Mempelajari Ilmu Falak

Mempelajari ilmu falak pada dasarnya mempunyai kepentingan yang saling berkaitan yaitu untuk penguasaan dan pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Sehingga muncul para ahli falak (astronom muslim) terkenal pada abad-abad kemajuan Islam yang mengembangkan ilmu falak melalui berbagai percobaan dan penelitian secara mendalam. Kemudian juga untuk keperluan yang berkaitan dengan masalah-masalah ibadah, seperti shalat, puasa, dan haji. Keperluan ini meliputi penentuan arah kiblat, penentuan waktu shalat, penentuan awal bulan kamariah untuk puasa, haji dan hari-hari besar Islam, serta untuk penentuan saat terjadinya peristiwa gerhana.

Ilmu falak yang membahas arah kiblat pada dasarnya adalah menghitung besaran sudut yang diapit oleh garis meridian yang melewati suatu tempat yang dihitung arah kiblatnya dengan lingkaran besar yang melewati tempat yang bersangkutan dan ka’bah, serta menghitung jam berapa matahari itu memotong jalur menuju ka’bah.

Sedangkan dalam pembahasan waktu-waktu shalat pada dasarnya adalah menghitung tenggang waktu antara waktu ketika matahari berada di titik kulminasi atas dengan waktu ketika matahari berkedudukan pada awal waktu-waktu shalat. Kemudian dalam pembahasan awal bulan ilmu falak adalah menghitung waktu terjadinya ijtima’ (konjungsi), yakni posisi matahari dan bulan memiliki nilai bujur astronomi yang sama, serta menghitung posisi bulan (hilal) ketika matahari terbenam pada hari terjadinya konjungsi itu.

Sementara yang dibahas dalam gerhana adalah menghitung waktu terjadinya kontak antara matahari dan bulan, dimana bulan mulai menutupi matahari dan lepas darinya pada gerhana matahari, serta kapan bulan mulai masuk pada umbra bayangan bumi serta keluar darinya pada gerhana bulan.

Dengan ilmu falak, setiap muslim dapat memastikan kemana arah kiblat bagi suatu tempat di permukaan bumi yang jauh dari Mekkah. Juga dapat mengetahui waktu shalat sudah tiba atau matahari sudah terbenam untuk berbuka puasa serta perukyat dapat mengarahkan pandangannya ke posisi hilal. Dengan demikian ilmu falak dapat menumbuhkan keyakinan bagi setiap muslim dalam melakukan ibadah, sehingga ibadahnya lebih mantap karena penentuan waktu ibadah yang akurat.

Hisab dan Rukyat

Pada saat ini sangat diperlukan adanya metode yang tepat dalam penentuan awal waktu yang benar-benar ilmiah dan terpadu dengan kaidah syar’i. Penggunaan pemikiran yang matematis dan teori probabilitas yang didukung oleh data serta teguh berpegang pada kaidah syar’i perlu tetap dikembangkan dalam kegiatan hisab dan rukyat.

Hisab dan rukyat merupakan dua metode yang dipergunakan dalam penentuan kajian ilmu falak. Dengan hisab (perhitungan), kita dapat menentukan posisi hilal tanpa terhadang oleh mendung, kabut, dan sebagainya. Juga dapat diketahui kapan terjadi ijtima’ (conjunction), apakah bulan itu sudah di atas ufuk atau belum. Dengan hisab pula dapat dibuat kalender Hijriah tahunan secara jelas dan pasti. Namun disamping kelebihannya juga terdapat kekurangan dari metode Hisab ini, yaitu masih terdapat bermacam-macam sistem perhitungan, yang hasilnya akan berbeda-beda.

Sedangkan rukyat (obsevation) merupakan metode ilmiah yang akurat, karena prosesnya mengamati dan melihat (hilal) secara langsung. Hal ini terbukti dengan berkembangnya ilmu falak (astronomi) pada zaman keemasan Islam.

Namun terdapat beberapa kelemahan yaitu hilal pada tanggal satu sangat tipis sehingga sangat sulit dilihat oleh mata telanjang, apalagi tinggi hilal kurang dari 2 derajat. Selain itu, ketika matahari terbenam (sunset) di ufuk sebelah Barat masih memancarkan sinar berupa mega merah, mega inilah yang menyulitkan melihat bulan sendiri dalam fase pertama (newmoon). Cahaya hilal sangat lemah dibandingkan dengan cahaya matahari maupun senja (twilight), sehingga teramat sulit untuk dapat mengamati hilal yang kekuatan cahayanya kurang dari itu. Kemudian juga ada kendala cuaca, seperti kabut, hujan, debu dan asap yang menghalangi proses observasi.

Pada hakikatnya tidak ada pertentangan antara Hisab dan Rukyat karena keduanya saling berkaitan. Hisab menyediakan data bagi pelaksanaan rukyat, baik tentang penentuan posisi hilal maupun saat pengamatan dan penggunaan peralatannya. Rukyat yang dilaksanakan dengan pedoman dan nilai ilmiah berfungsi menguji kebenaran perhitungan dalam hisab dan dapat dimanfaatkan untuk koreksi.

Daftar Bacaan :

• Azhari, Susiknan, Ilmu Falak Perjumpaan Khazanah Islam dan Sains, Yogyakarta: Suara Muhammadiyah, 2007
• Badan Hisab & Rukyat Dep. Agama, Almanak Hisab Rukyat, Proyek Pembinaan Badan Peradilan Agama Islam.
• Izzuddin, Ahmad, Fiqh Hisab Rukyah, Menyatukan NU & Muhammadiyah Dalam Penentuan Awal Ramadhan, Idul Fitri dan Idul Adha, Jakarta: Penerbit Erlangga, 2007
• Khazin, Muhyiddin, Ilmu Falak Dalam Teori dan Praktik, Yogyakarta: Buana Pustaka, 2004
• Ramdan, Anton, Islam dan Astronomi, Jakarta: Bee Media Indonesia, 2009

0 komentar:

Posting Komentar