Ahlan Wasahlan wa Marhaban Biziyaaratikum.. Selamat Membaca dan Menikmati Sajian dari kami.. :)..
Penasihat : Pimpinan Pondok Pesantren Darussalam | Pemimpin Umum : Joko Waluyo, S.Pd.I | Pemimpin Redaksi :Devi Muharrom Sholahuddin, Lc. | Wakil Pemimpin Redaksi : Muhammad Sendi Sayyina, S.Pd.I | Dewan Redaksi : Ali Nurdin, M.S.I, Asep Deni Fitriansyah, M.Phil., Asep Ali Rosyadi, S.Ag., Asep Roni Hermansyah, S.Pd.I, Ajat Syarif Hidayatullah, S.Pd.I Al-Hafidz | Distributor : Munir Hermansyah, S.Pd.I, Egi Mulyana, S.Pd.I, Acep Mutawakkil | Dapur Redaksi : Gedung Perpustakaan Pondok Pesantren Darussalam Sindang Sari Kersamanah Garut Indonesia 087758202070 | Risalah Ilmiah FIGUR Darussalam diterbitkan oleh Forum Ilmiah Guru (FIGUR) Pondok Pesantren Darussalam, terbit seminggu sekali, Redaksi menerima tulisan dari berbagai kalangan dan berhak untuk mengeditnya tanpa merubah maksud dan isi tulisan | Kritik dan saran silahkan hubungi redaksi via surat, telepon atau email (figur-darussalam@yahoo.com)

Kamis, 31 Maret 2011

SYA’IR ARAB TRANSFORMATIF

No. 20, 01 Shafar 1432 H/ 06 Januari 2011


SYA’IR ARAB TRANSFORMATIF
Oleh : M Purwa Nugraha


Sastra Arab dapat diklasifikasikan secara umum menjadi dua karakter sastra, yang pertama sya’ir dan yang kedua natsr, keduanya selalu bersama dengan seiring berkembangnya peradaban Arab, namun dalam perjalananya sya’ir lebih mendapatkan porsi perhatian yang lebih besar dari sastrawan Arab, karena sya’ir dipandang mempunyai muatan dan nilai sastra lebih besar dari natsr.

Dalam perjalananya sastra Arab mengalami transformasi dari masa kemasa, namun tranformasi yang signifikan dirasakan ketika Islam berkembang ditanah Arab dan mereformasi kehidupan Arab, termasuk melakukan reformasi dalam sasta Arab, trasformasi nilai-nilai yang dibawa Islam ini sering kita sebut dengan Islamisasi.

Objek Islamisasi Sya’ir Arab.

Sebenarnya proses islamisasi itu pada dasarnya berangkat dari dasar teologi umat Islam yaitu Al-Qur’an dan Sunnah Nabawi , dari keduanya itu awal mula dan dasar pijakan dalam proses islamisasi, juga dari keduanya diambil dasar-dasar prinsip dalam islamisasi secara umum khususnya yang kita bahas saat ini yaitu sya’ir Arab.

Secara global proses islamisasi sya’ir Arab adalah mentransformasi serta memfilter nilai-nilai negatif yang ada dalam sya’ir Arab pra Islam kepada nilai-nilai kebaikan yang dibawa Islam, jadi pada dasarnya semua sastra yang terlepas dari nilai negatif baik itu secara mabani atau ma’ani, itu sudah mengalami islamisasi secara etimologi, namun nilai yang dibawa akan kurang karena mereka dasarnya hanya mungkin berupa satu sisi nurani manusia yang cinta akan kebaikan, bukan berasaskan nash Islam yang absolut.
Objek dari islamisasi dalam sastra Arab secara umum dibagi menjadi dua, yaitu ma’ani (makna) dan mabani (susunan kalimat).

a. Ma’ani (makna/nilai).

Objek pertama dalam islamisasi sya’ir Arab adalah memperbaiki ma’na dari sebuah sastra, sya’ir Arab salah satu sastra yang sangat kaya akan makna, setiap kata-katanya penuh dengan makna yang pariatif. Background kehidupan Arab yang sangat keras dan fanatik membentuk nilai/muatan sya’ir Arab tidak jauh dari karakteristik masyarakatnya. Semua itu sangat terasa dalam ratsa (ratapan) dan tafakhur (menyombongkan diri), tidak cukup disana, ghazal (rayuan/gombal), pun menjadi karakteristik tema yang ramai dipakai oleh sastrawan Arab pra Islam, rayuan untuk memuji orang lain, ataupun dengan menerangkan kecantikan seorang wanita.

Islam datang dengan cahaya-Nya, mengubur dalam-dalam jiwa fanatisme yang ada dalam diri manusia dan dalam diri masyarakat Arab pada khususnya, berkata jujur dan ajaran lainya yang sangat syarat akan nilai positif, hasil islamisasi dalam bentuk makna sya’ir Arab dapat kita rasakan, terutama ketika Islam mulai mengibarkan benderanya di tanah Arab, banyak sastrawan Arab pra-Islam merubah kandungan makna sya’irnya setelah mengalami islamisasi.


b. Mabani (kalimat).

Tidak hanya pada kandungan makna saja Islam mengadakan perbaikan pada sya’ir Arab, susunan kalimat Al-Qur’an dijadikan acuan utama karena al-Qur’an merupakan kalam Ilahi yang tidak ada kecacatan di dalamnya, dan itu telah diakui dan dibuktikan oleh sastra Arab, yaitu bagaimana mereka lemah dan tidak mampu ketika Nabi meminta kepada para sastrawan Arab untuk membuat suatu seni sastra yang sebanding dengan al-Qur’an, sedikitpun mereka tidak mampu untuk menyerupai, apalagi menyaingi sastra al-Qur’an, walaupun pada dasarnya al-Qur’an bukan jenis dari sastra Arab, bukan dari jenis sya’ir atau natsr, al-Qur’an adalah karya Allah yang maha sempurna. Kata-kata al-Qur’an banyak menginspirasi para sastrawan Arab dalam penyusunan sya’irnya, sehingga menjadikan sya’ir Arab paska islamisasi penuh akan nilai-nilai Islam, karena kata-kata al-Qur’an berasal dari sang pencipta langit dan bumi Yang Maha Sempurna.


Proses Islamisasi Sya’ir Arab.

Dalam sya’ir Arab ada tema-tema yang disusung oleh penya’ir dalam sya’irnya, beberapa tema yang familiar dalam sya’ir Arab pra Islam dan mengalami Islamisasi paska Islam adalah :

- Ghazal (Rayuan).

Ghozal juga mempunyai beberapa macam, yaitu : Pertama, ghazal ‘udzri. Ghozal ini merupakan sya’ir yang digunakan oleh penya’ir dalam menggambarkan kecintaan dia kepada orang yang ia cintai. Kedua, ghazal sharih. Yaitu sya’ir yang terfokus kepada bagaimana menggambarkan keindahan seorang wanita. Ketiga, ghazal taqlidi. Yang dominan pada jenis ghazal ini adalah para penya’ir menuangkan daya seni (imajinasi) merekadalam sya’irnya, dan tidak membahas apa yang eksis disekitar dia seperti dua ghazal sebelumnya.

Paska Islamisasi ghazal ‘udzri dan sharih tidak lagi berkembang dalam sya’ir Arab, dikarenakan nilai yang dibawa adalah nilai non Islami, sedangkan ghazal taqlidi masih di tolelir karena nilai non Islaminya tidak sebesar kedua ghazal pertama, juga mengingat ghozal merupakan tema sya’ir yang sudah mendarah pada satrawan Arab.

- Ratsa(Ratapan).

Warna yang sangat signifikan dari jenis sya’ir ini dengan sya’ir yang lainya adalah dalam sya’ir inilah para penya’ir menuangkan rasa sedih dan duka mereka, para ulama sastra arab juga mengatakan bahwa ratsa merupakan jenis sya’ir yang sangat jujur, karena dalam sya’ir itu benar-benar menggambarkan perasaan penya’ir yang duka dan sedih, dan dikatakan ratsa (ratapan) ini tidak ada bedanya dengan madiih (pujian) secara methodology, hanya yang berbeda cara pengunkapan saja.

Paska Islamisasi, nilai ini juga masih dibawa oleh penya’ir Islam, bahkan berkembang lebih pesat, karena peperangan yang terjadi menyebabkan para muslimin banyak kehilangan keluarga tercinta mereka, nilai yang dibawa dalam tema ini juga telah terislamisasikan.

- Hamasa dan fakhr (penyombongan diri).

Yang menyebabkan timbulnya tema sya’ir ini adalah kehidupan masyarakat arab yang selalu berperang antar sesama qabilah (kaum) karena keta’asuban mereka kepada kaumnya masing-masing sebagaimana penulis jelaskan diatas, sehingga ketika mereka akan memulai peperangan atau setelah mendapatkan kemenangan, mereka banyak melantunkan jenis sya’ir ini, sebagai bentuk kesombongan mereka kepada kaum yang lainya.

Paska Islamisasi, tema ini benar-benar dihapus dalam sya’ir Islam, karena nilai yang dibawa sudah keluar dari dasar-dasar ajaran Islam yang menyama ratakan berbagai komunitas dan qabilah serta perintah untuk bersatu.


- Madh (pujian).

Tema pujian sangat berkembang dalam sya’ir pra Islam apalagi dalam komunitas ‘abidusy syi’ri, yaitu komunitas yang menggunakan sya’ir sebagai mata pencariannya, komunitas ini melantunkan sya’ir yang bertemakan pujian kepada para petinggi qabilah, sehingga sebagai timbal baliknya, para petingggi qabilah ini memberikan uang.

Paska Islamisai, tema pujian masih ada, namun pujian yang diperbolehkan adalah pujian yang jujur, bukan pujian yang bohong, seperti banyak dilakukan oleh komunitas penya’ir pra Islam.

- Haja (penghinaan).

Fanatisme terhadap qabilah menjadi darah dalam masyarakat pra Islam, maka tidak heran jika tema penghinaan banyak dipakai para penya’ir pra Islam untuk menhinakan i yang menjadi musuh mereka.

Paska Islamisasi, tema ini tidak lagi dipakai karena Islam melarang kepada pengikutnya untuk menghina sesamanya.


Tema-tema sya’ir yang dibawa oleh Islam.

- Tauhid.
Tema ini banyak diusung dalam sya’ir paska Islamisasi dan tema ini juga tema baru yang dibawa oleh Islam dalam sya’ir Arab karena Islam menyeru kepada ketauhidan.

- Akhlak mulia.

Islam datang mengkoreksi dan mereformasi akhlak Arab menjadi lebih baik, maka seruan ini juga banyak dilantunkan para penya’ir dan menjadi tema sya’ir baru yang dibawa Islam.

- Jihad di Jalan Allah.

Kebutuhan mempertahankan diri ketika awal-awal Islam berkembang menjadi faktor jihad di jalan Allah dengan berperang sangat dibutuhkan, maka wajar saja jika para penya’ir memberi semangat dalam berjihad lewat sya’ir-sya’ir mereka.


Sumber :

1. Atsarul Islam fisy Sy’iri fil ‘ashrir Rosul wal khulafa’u Rosyidin. DR Sayyid ‘Abdul Qadir.
2. Al Adab Al Islami fi ‘Ashrihi; awwal. Prif DR Sholahuddin Muhammad ‘Abdut Tawwab.
3. ‘Ijaazul Qur’an. Imam Al Baaqalaanii.
4. Al Aghanii. Imam Abil Faraj Al Ashbahanii.
5. Al Bayan wa Tabyiin. Imam jaahizh.
6. Dirosat fil Adab al ‘Arabii. Prof DR Thoohir ‘Abdul Latif.

0 komentar:

Posting Komentar