Ahlan Wasahlan wa Marhaban Biziyaaratikum.. Selamat Membaca dan Menikmati Sajian dari kami.. :)..
Penasihat : Pimpinan Pondok Pesantren Darussalam | Pemimpin Umum : Joko Waluyo, S.Pd.I | Pemimpin Redaksi :Devi Muharrom Sholahuddin, Lc. | Wakil Pemimpin Redaksi : Muhammad Sendi Sayyina, S.Pd.I | Dewan Redaksi : Ali Nurdin, M.S.I, Asep Deni Fitriansyah, M.Phil., Asep Ali Rosyadi, S.Ag., Asep Roni Hermansyah, S.Pd.I, Ajat Syarif Hidayatullah, S.Pd.I Al-Hafidz | Distributor : Munir Hermansyah, S.Pd.I, Egi Mulyana, S.Pd.I, Acep Mutawakkil | Dapur Redaksi : Gedung Perpustakaan Pondok Pesantren Darussalam Sindang Sari Kersamanah Garut Indonesia 087758202070 | Risalah Ilmiah FIGUR Darussalam diterbitkan oleh Forum Ilmiah Guru (FIGUR) Pondok Pesantren Darussalam, terbit seminggu sekali, Redaksi menerima tulisan dari berbagai kalangan dan berhak untuk mengeditnya tanpa merubah maksud dan isi tulisan | Kritik dan saran silahkan hubungi redaksi via surat, telepon atau email (figur-darussalam@yahoo.com)

Kamis, 11 November 2010

Mahar Dalam Tinjauan Para Mufassir

No. 12, 04 Dzulhijjah 1431 H / 11 November 2010 M

Mahar Dalam Tinjauan Para Mufassir
Oleh: Abdul Hakim, S.H.I.
(Peserta Program Kaderisasi Ulama ISID Gontor Angkatan Ke-IV)

Dekonsrtuksi syariah adalah salah satu upaya kaum feminis untuk menghancurkan agama Islam, diantara hukum yang akan didekonstruksi ialah akhwal al-syahksiah, (hukum keluarga). Mahar merupakan salah satu sorotan kaum feminis, mereka berpendapat bahwa mahar bisa saja dilakukan oleh istri dengan alasan (Equality) kesetaraan jender, dilihat dari perkembangan jaman dewasa ini, contohnya seperti yang terjadi Di IAIN Wali Songo, ada seorang dosen membolehkan mahar dari pihak perempuan. Padahal, ulama tafsir dan ulama fiqih telah menetapkan bahwasannya mahar diberikan oleh laki-laki. Dari masalah diatas maka penulis akan mengulas sedikit pemahaman mahar menurut ulama tafsir terdahulu. Yaitu dengan menganalisis satu ayat tentang mahar dengan mengambil beberapa pendapat mufassir, sehingga menghasilkan indikasi hukum yang mengarah kepada kewajiban siapa yang memberikan mahar, diantara ayat yang menjelaskan mahar adalah Q.S An-Nisa :4): "Berikanlah maskawin (mahar) kepada wanita (yang kamu nikahi) sebagai pemberian dengan penuh kerelaan, kemudian jika mereka menyerahkan kepada kamu sebagian dari maskawin itu dengan senang hati, Maka makanlah (ambillah) pemberian itu (sebagai makanan) yang sedap lagi baik akibatnya "

Analisis Bahasa

: واو عاطفة nun yang mengindikasikan perintah memberikan mahar ini kewajiban yang diathafkan kepada lafadz ayat sebelumnya yaitu lafadz انكحوا selanjutnya lafadz اتوا bershigat fi’il amr yang hukumnya mabni kepada hadf dan sebagaimana kaidah Fiqhiyyah الاصل في الامر للوجوب yaitu asal dari perintah adalah wajib.
النساء jama’ taksir dari امراةdan berkedudukan sebagai maf’ul awal yang statusnya sebagai akhid atau calon istri yang akan menerima mahar. صدقا تهن sebagai maf’ul kedua dari lafadz اتوا yang statusnya sebagai ma’khud atau barang yang diterima calon istri.
نحلة shigahnya masdar dan berkedudukan sebagai maf’ul mutlak atau hal dari lafadz اتوا yaitu pemberian secara sukarela.


فا disini merupakan fa istinafiyah yaitu untuk memulai perkataan, ان syartiyah yang menjazmkan dua fi’il ya’ni fi’il syarat dan jawab syarat , lafadz طبن bershigat fi’il madhi dan berkedudukan sebagai syarat dari lafadz ان adapun jawab dari lafad in tersebut ialah lafadz كلوا yang disambungkan dengan فا dan memakai fa tersebut adalah wajib karena jawab syarat tersebut tidak dibentuk dari fi’il madhi atau fi’il mudhori’
kedua lafadz ini merupakan hal dari isim dhomir ه yang kembali kepada lafadz شيء


Pendapat Mufassirin

Bila mengulas kembali buku-buku tafsir dari para penafsir terdahulu maka akan mendapatkan banyak pendapat yang menfsirkan ayat-ayat Al-Qur’an, baik yang berbeda pendapat maupun yang sama pendapatnya, tetapi di dalam menafsirkan ayat ini para ulama’ tafsir tidak terlalu banyak berbeda pendapat.
Di dalam tafsir Baghowi dijelaskan bahwa khitab dari surah An Nisa ayat 4 bertujuan kepada wali nikah, karena pada zaman dahulu ketika seorang ayah menikahkan anaknya dan menerima mahar dari mempelai lelaki mereka tidak memberikan mahar tersebut kepada anakanya baik sedikit dari mahar itu. Sedangkan yang lain berpendapat berdasarkan hadits rasul yang melarang akan assyaghar (assyaghar adalah seorang ayah menikahkan anak perempuannya yang satu kemudian menikahkan anak perempuan yang lain, akan tetapi keduanya dinikahkan tanpa mahar), khithab tersebut ditujukan kepada suami yang di perintahkan untuk memberikan mahar kepada calon istrinya, dan pendapat ini yang paling benar karena khitab yang sebelumnya menyatakan kepada orang yang menikahi
Diperkuat dengan pendapat Imam Mawardi yang mengatakan bahwa khithab ayat tesebut terbagi dua yaitu, pertama: kepada calon suami yaitu berdasarkan pendapat kebanyakan para ulama’ tafsir; kedua: kepada wali perempuan, karena pada zaman jahiliyah wali berkuasa penuh akan mahar anak perempuannya, maka Allah menyuruh agar mahar tersebut diberikan kepada mereka (anak perempuan mereka), pendapat ini dikemukakan oleh Imam Abu Shalih
Sedangkan di dalam buku Majmu’ Al-Bayan dikatan bahwa khithab tersebut bertujukan kepada mempelai lelaki, suatu perintah dari Allah SWT kepada calon suami agar memberikan mahar kepada mereka untuk dihalalkannya hubungan suami-istri, dan mengembalikan setengahnya apabila diceraikan sebelum melakukannya, tanpa harus ada permintaan dari istri dan juga tidak ada pertengkaran, karena harta yang setengah tersebut diambil secara hukum dan tidak disebut dengan pemberian yang diberikan dengan sukarela, berdasarkan pendapat Ibnu ‘Abbas dan Qatadah dan Ibnu Jarir.

Jadi yang menjadi kewajiban yang membayar mahar adalah calon suami kepada calon istrinya, dan apabila telah terjadi pernikahan selanjutnya apabila suami menthalak istrinya maka ia wajib membayar mahar yang telah ditentukan, apabila ia menthalak sebelum hubungan suami istri maka ia boleh membayar mahar setengah dari yang telah ditentukan.

Kandungan Ayat

Ayat tersebut menjelaskan tentang mahar, dan terdapat tiga kata kunci yaitu pertama: adalah khitab dari mahar yang menunjukkan kepada suami; kedua:صدقا تهن maksudnya adalah mahar, kata mahar terdapat banyak persamaan kata diantaranya, faridhah yang terdapat di dalam surah Al-Baqoroh ayat 236, nihlah (Al-Nisa’, 4), Al-Ajr (Al-Thalaq, 10), hibah, thaul, nikah. Dan dari kata-kata tersebut yang paling populer di pergunakan adalah kata al-mahru, yaitu pemberian calon suami kepada sang isteri sebagai tanda tanggung jawab suami di dalam kehidupan rumah tangga dengan memberikan nafkah, juga sebagai tanda kemuliaan seorang isteri, diangkat derajatnya dari tidak diberikan mahar ketika zaman jahiliyah menjadi harus diberikan; ketiga : نحلة artinya adalah dengan sukarela, atau seorang suami memberikan mahar kepada istrinya harus dengan rasa ikhlas tanpa harus terpaksa, maka tidak ada alasan bagi suami untuk menggunakan mahar yang sudah diberikan kepada istrinya. Dan juga menurut Qurais Syihab dalam tafsirnya mengatakan nihlah itu artinya pemberian yang tulus tanpa mengharapkan sedikitpun imbalan, kata ini juga dapat berarti agama, pandangan hidup, sehingga maskawin yang diserahkan itu merupakan bukti kebenaran dan ketulusan hati sang suami, yang diberikannya tanpa mengharapkan imbalan, bahkan diberikannya karena didorong oleh tuntunan agama atau pandangan hidupnya.
Ada ulama yang menafsiri kata tersebut adalah kewajiban karena kata نحلة menurut bahasa artinya adalah agama, syariat, atau madhab.
Ketiga:  artinya yang sedap lagi baik manfa’atnya, maksudnya pemberian yang sudah diberikan secara sukarela boleh dipergunakan oleh suami asalkan istri menghalalkannya dan sebagai makanan yang baik dan bermanfa’at.
Maka mahar adalah suatu pemberian yang wajib ditunaikan oleh calon suami kepada calon istri sebagai tanda keihklasan dan kerelaannya untuk bersama sebagai suami istri.

Akibat Hukum

Dalil-dalil diatas menjelaskan suatu kewajiban bagi seorang calon suami untuk membayar mahar kepada calon istri dan menjadi haram baginya untuk menggunakan mahar tersebut kecuali atas kerelaan hati isteri, karena isteri adalah pemilik hartanya sendiri, sedangkan suami tidak mempunyai hak terhadapnya karena sudah diberikan dengan penuh kerelaan dan apabila istri merelakan hartanya untuk dipergunakan oleh suami, maka suami harus menggunakan sebaik mungkin, dengan manfa’at yang baik.

Perintah kepada suami untuk menggunakan harta istrinya atas kerelaan isteri bukanlah suatu kewajiban, karena ayat tersebut menunjukkan suatu yang telah diharamkan menjadi suatu yang dihalalkan dengan syarat isteri merelakannya. Suami wajib membayar setengah dari mahar yang telah ditentukan apabila ia menceraikannya sebelum ada hubungan biologis.
1. Ulama’ tafsir berpendapat bahwa khithab ayat tentang mahar tersebut terbagi dua yaitu kepada wali dan kepada calon suami, tetapi pendapat yang paling kuat adalah kepada calon suami
2. Kandungan ayat yang terdapat di dalam ayat tersebut adalah perintah kepada calon suami untuk memeberikan mahar kepada calon istri dengan rasa sukarela
3. Memberikan mahar kepada calon istri merupakan suatu yang diwajibkan kepada calon suami, dan diharamkan bagi suami untuk menggunakan pemberiannya kecuali atas izin isteri
Maka dari keterangan di atas sungguh naif sekali kaum feminis yang menyatakan bahwa mahar bisa dari seorang perempuan berdasarkan asas (equality) Kesetaraan jender. Padahal telah kita ketahui dalam pembahasan diatas bahwa para mufassir dalam menafsiri ayat mahar menyatakan bahwa khitob dari ayat tersebut untul laki-laki, bukan perempuan.

Referensi:

Jalaluddin.Tafsri Jalalain, Surabaya, Maktabah Salim.
Abi Muhammad Husain. Tafsir Al-baghawi. Darulkutub ilmiyah: Bairut. Libanon
Abu Hasan Ali. Al-Nukatu Wal-‘Uyun Tafsir Al-Mawardi. Darul kutub ilmiyah: Bairut. Libanon.
Abu Ali Al-fadhl. 1994. Majmu’ul Bayan fi Tafsiril Qur’an. Darul fikri: Bairut. Libanon.
Ibnu Kasir, Tafsir Ibnu Kasir.
M. Qurais Syhihab, Tafsir Al-Misbah, Jakarta Lentera Hati
Imam Fahrudin, Tafsir Kabir jilid 5 Mesir. At-Taufiqiyyah
Al-Imam As-Syafi’I Tafsir imam Syafi’I jilid 2, Jakarta Timur. Al.Mahira.

1 komentar:

sisi walungan mengatakan...

aLhamduLiLLah bisa ketemu di bLogspot juga,
Kok gak ada tab buat Follow sama pegguna bLogspot Lainn ya Tadz....???

Posting Komentar