Ahlan Wasahlan wa Marhaban Biziyaaratikum.. Selamat Membaca dan Menikmati Sajian dari kami.. :)..
Penasihat : Pimpinan Pondok Pesantren Darussalam | Pemimpin Umum : Joko Waluyo, S.Pd.I | Pemimpin Redaksi :Devi Muharrom Sholahuddin, Lc. | Wakil Pemimpin Redaksi : Muhammad Sendi Sayyina, S.Pd.I | Dewan Redaksi : Ali Nurdin, M.S.I, Asep Deni Fitriansyah, M.Phil., Asep Ali Rosyadi, S.Ag., Asep Roni Hermansyah, S.Pd.I, Ajat Syarif Hidayatullah, S.Pd.I Al-Hafidz | Distributor : Munir Hermansyah, S.Pd.I, Egi Mulyana, S.Pd.I, Acep Mutawakkil | Dapur Redaksi : Gedung Perpustakaan Pondok Pesantren Darussalam Sindang Sari Kersamanah Garut Indonesia 087758202070 | Risalah Ilmiah FIGUR Darussalam diterbitkan oleh Forum Ilmiah Guru (FIGUR) Pondok Pesantren Darussalam, terbit seminggu sekali, Redaksi menerima tulisan dari berbagai kalangan dan berhak untuk mengeditnya tanpa merubah maksud dan isi tulisan | Kritik dan saran silahkan hubungi redaksi via surat, telepon atau email (figur-darussalam@yahoo.com)

Senin, 08 November 2010

TAFSIR AL-QUR'AN VERSUS HERMENEUTIKA

No. 06, 21 Syawal 1431 H / 30 september 2010 M (02)

TELA'AH UTAMA

TAFSIR AL-QUR'AN VERSUS HERMENEUTIKA

Oleh: Devi Muharrom Sholahuddin, Lc.
(Mahasiswa Pascasarjana ISID Gontor Ponorogo)

Belakangan ini, diskursus seputar Al-Qur’an ramai diperbincangkan. Teori penafsiran yang telah mapan selama berabad-abad diragukan dan dipermasalahkan oleh sebagian kalangan pemikir muslim kontemporer. Tafsir AL-Qur’an yang sudah mapan, berurat dan berakar didalam Islam dianggap sudah tidak relevan lagi dengan zaman dan kebutuhan umat Islam saat ini. Maka dibutuhkan sebuah metode penafsiran baru yang sesuai dengan zaman. Teori penafsiran tersebut adalah hermeneutika.


Hermeneutika dibangun atas faham relatifisme. Hermeneutika itu sendiri menggiring kepada gagasan bahwa segala penafsiran al-Qur’an itu relatif, padahal fakta sejarah membuktikan, bahwa para mufassir terkemuka sepanjang masa memiliki kesepakatan-kesepakatan dalam proses penafsiran al-Qur’an. Jika metode hermeneutika tetap dipaksakan ke dalam al-Qur’an maka akan berinflikasi bahwa segala problematika yang terjadi didalam Bible, terjadi juga di dalam al-Qur’an. Tulisan ini akan mengungkap bahwasannya metode hermeneutika tidak layak untuk disandingkan dengan tafsir al-Qur’an.

Tafsir Al-Qur'an

Tafsir secara etimologi berasal dari kata fasara (Fi’il madhī -kata kerja lampau) dengan wazan Taf'īl yang berarti penyingkap atau penjelas. Didalam lisān al-’arab: kata al-Fasru berarti penyingkap sedangkan kata at-Tafsīr berarti penyingkap atau penjelas dari kata-kata yang sulit. Sedangkan tafsir secara terminology para mufassirīn berbeda-beda dalam mendefinisikan pengertian tafsir, menurut istilah sebagian ulama adalah suatu ilmu yang dapat memberikan pengertian yang tepat dan akurat dalam memahami teks-teks al-Qur’an menurut kadar kemampuan manusia. Sedangkan menurut Imam Az-Zarkasy dalam kitabnya Al-burhān fī ’Ulūmi al-Qur'ān mendefinisikan bahwasannya Tafsir adalah ilmu untuk memahami Kitab Allah yang diturunkan melalui nabinya Muhammad SAW. Penjelasan mengenai makna-makna Kitab Allah dan penarikan hukum-hukum serta hikmah yang tekandung didalamnya.

Kebutuhan Manusia Terhadap Ilmu Tafsir

Allah SWT menurunkan al-Qur'an kepada manusia melalui Rasul-Nya Muhammad SAW. Untuk di baca, dipahami dan diamalkan apa-apa yang terkandung didalamnya, al-Qur'an diturunkan dengan berbahasa arab. Isi yang terkandung didalam al-Qur'an tidak akan mendapatkan sasaran yang benar dan tidak akan bisa diamalakan tanpa melalui proses pemahaman yang benar, proses pemahaman inilah yang disebut dengan Ilmu Tafsir.


Al-Isbahany menuturkan keutamaan tafsir dilihat dari tiga aspek: Pertama, aspek pembahasan. Pembahasan tafsir adalah Kalam Ilahi yang penuh dengan hikmah dan keutamaan , didalamnya terdapat berita masa lalu dan masa yang akan datang. Kedua, aspek tujuan. tujuan daripada tafsir adalah pencapaian terhadap kebahagiaan yang hakiki. Ketiga, aspek kebutuhan yang sangat terhadap tafsir, dikarenakan kelengkapan hidup dalam beragama maupun dalam kehidupan duniawi sangat membutuhkan terhadap ilmu syariat dan pengetahuan keagaaman yang tidak akan didapatkan kecuali dengan memahami ilmu yang terkadung didalam al-Qur'an.
Hermeneutika

Setelah kita membahas secara terperinci pengertian tafsir dalam tradisi keilmuan Islam, maka pada bahasan selanjutnya kita akan membahas definisi hermeneutika secara etimologi dan terminilogi serta bagaimana konsep hermeneutika diterapkan terhadap Bible dan di paksakan untuk diterapkan kepada al-Qur’an oleh para orientalis dan cendikiawan muslim liberal.

Secara etimologi, Istilah “hermeneutics” berasal dari bahasa Yunani kuno (Greek) “τα έρμενευτικα (dibaca: ta hermeneutika), yaitu bentuk jamak dari perkataan: τα έρμενευτικον (to hermeneutikon)” yang bermakna: ‘perkara-perkara yang berkenaan dengan pemahaman atau penerjemahan suatu pesan. Diambil dari infinitif: έρμενεύειν, Kedua kata ini merupakan derivat dari kata “Hermes” (‘Eρμες). Mulai abad ke-17 istilah ‘hermeneutics’ dipakai untuk menunjuk suatu ilmu, metode dan teknik memahami suatu pesan, karya atau teks. Sejak itu, istilah ‘hermeneutics’ dikontraskan dengan ‘exegesis’ (εξεγησις), sebagaimana ‘ilmu tafsir’ dibedakan dengan ‘tafsir’. Lebih tepatnya, hermeneutika adalah ilmu menafsirkan Bibel.

Nilai Dibalik Hermeneutika

Menurut Hans George Gadamer, terdapat tiga implikasi penting didalam hermeneutika. Pertama, universalitas hermeneutika sebagai metode masih merupakan tantangan. Kedua, hermeneutika muncul dari suatu milleu ilmiah yang mulai meninggalkan pemikiran metafisis. Ketiga, hermeneutika yang berasal dari Yunani dan diadopsi para teolog Kristen sebagai tafsir Bible itu dicoba dikembangkan menjadi teori sains kemanusiaan. Dr. Hamid Fahmi Zarkasyi menuturkan, dari ketiga implikasi diatas, dapat difahami, bahwasannya hermeneutika yang lahir dan berkembang di Barat merupakan produk pandangan hidup (worldview) peradaban Barat. Oleh karena itu, hermeneutika tidak bebas nilai. Sedangkan dalam pandangan Warner G. Jeanrond, ada tiga milleu yang mempengaruhi terbentuknya hermeneutika sebagai teori interpretasi terhadap Bible di Barat. Pertama, Milleu masyarakat yang terpengaruh oleh pemikiran Yunani. Kedua, milleu masyarakat Yahudi dan Kristen yang menghadapi problematika Bible. Ketiga, milleu masyarakat Eropa di zaman pencerahan yang berusaha keluar dari otoritas keagamaan serta membawa hermeneutika keluar dari konteks keagamaan.

Hermeneutika dan Liberalisasi

Hermeneutika Modern menempatkan semua jenis teks pada posisi yang sama, tanpa memperdulikan apakah teks itu suci dari Tuhan atau tidak, sakral atau profan. Kemudian tidak lagi memperdulikan adanya otoritas dalam penafsiran. Semua teks dilihat sebagai produk pengarangnya. Hermeneutika modern dimulai oleh seorang teolog Kristen Liberal Protestan yaitu Friedrich Schleiermacher (1768-1834) bagi Schleiermacher, faktor kondisi dan motif pengarang sangatlah penting untuk memahami makna suatu teks, disamping faktor gramatikal.
Jauh sebelum Schleiermacher, upaya melakukan liberalisasi dalam interpretasi Bible sudah muncul sejak zaman Enlightenment di abad ke-18. Johan Solomo Semler (1725-1791) dan para teolog lainya di University of Halle memainkan peranan penting dalam melakukan apresiasi terhadap akal manusia, dan menumbuh kembangkan perlawanan terhadap otoritas gereja yang tidak masuk akal.

Perkembangan Hermeneutika yang terjadi dalam tradisi Barat jelas berbeda sekali dengan tradisi tafsir al-Qur’an yang berkembang dalam tradisi Islam. Hermeneutika muncul dari keresahan para teolog Yahudi dan Kristen terhadap Bible yang penuh dengan problematika. Hermeneutika juga muncul sebagai reaksi penolakan para teolog liberal terhadap otoritas gereja yang menyalahgunakan wewenangnya atas nama Tuhan. Para teolog liberal ini menginginkan suatu kebebasan untuk menafsirkan Bible. Maka timbulah suatu metode interpretasi hermeneutika. berbeda dengan al-Qur’an yang tidak memiliki problem sedikitpun.

Maka teori interpretasi hermeneutika sagat tidak mungkin untuk diaplikasikan dalam penafsiran al-Qur’an. Jika tetap dipaksakan, maka akan berimflikasi yang sangat fatal sekali. Kebenaran wahyu Allah yang selama ini diyakini oleh umat Islam akan musnah, otoritas para ulama yang telah berjasa dalam mengkoodifikasi berbagai disiplin ilmu akan runtuh. Dan akhirnya umat Islam akan mengikuti dan tunduk terhadap peradaban Barat (Yahudi-Kristen).Wallāhu al-Hādī ilā as-shawāb.[]

Referensi:

Al-Allūsy, Dr. Jalāluddīn, Dirāsah Fī at-Tafsīr Wa ’Ulūmihi, (Tunisia: Mu'assasah Ibn Asyūr Lī At-Tauzi' 2006)
Al-Qaṭān, Manna’, Mabāhits Fī ’Ulūm al-Qur'ān, (Kairo: Maktabah Wahbah, 2004)
Armas, Adnin, Metodologi Bible dalam Studi al-Qur’an, Kajian Kritis, (Jakarta: Gema Insani Press, 2005)
Az-Zarkasy, Al-Burhan fi aal-Ulum al-Qur'an, Jilid 1, (Beirut : Al-Maktabah Al-Ashriyyah, 2004)
Az-Zarqāny, Muhammad Abdul Adzīm, Manāhilu al-’Irfān Fī ’Ulūm al-Qur'ān, (Kairo: Dārul-Hadīts, 2001
Jeanrond,Warner G. Theological Hermeneutics, Development And Significance, (London: Macmillan, 1991)
Jurnal Pemikiran dan Peradaban Islam, ISLAMIA, THN 1 NO. 1/Muharram 1425
Mandzur, Ibnu, Lisanul 'arab, Darul Hadits Kairo 2003 Hal. 101.
Saenong, Ilham B. Hermeneutika Pembebasan, Metodologi Tafsir Al-Qur’an menurut Hassan Hanafi (Jakarta: Teraju, 2002)
Salim, Fahmi, Kritik Terhadap Studi al-Qur’an Kaum Liberal (Jakarta: Perspektif Kelompok Gema Insani, 2010)

0 komentar:

Posting Komentar