Ahlan Wasahlan wa Marhaban Biziyaaratikum.. Selamat Membaca dan Menikmati Sajian dari kami.. :)..
Penasihat : Pimpinan Pondok Pesantren Darussalam | Pemimpin Umum : Joko Waluyo, S.Pd.I | Pemimpin Redaksi :Devi Muharrom Sholahuddin, Lc. | Wakil Pemimpin Redaksi : Muhammad Sendi Sayyina, S.Pd.I | Dewan Redaksi : Ali Nurdin, M.S.I, Asep Deni Fitriansyah, M.Phil., Asep Ali Rosyadi, S.Ag., Asep Roni Hermansyah, S.Pd.I, Ajat Syarif Hidayatullah, S.Pd.I Al-Hafidz | Distributor : Munir Hermansyah, S.Pd.I, Egi Mulyana, S.Pd.I, Acep Mutawakkil | Dapur Redaksi : Gedung Perpustakaan Pondok Pesantren Darussalam Sindang Sari Kersamanah Garut Indonesia 087758202070 | Risalah Ilmiah FIGUR Darussalam diterbitkan oleh Forum Ilmiah Guru (FIGUR) Pondok Pesantren Darussalam, terbit seminggu sekali, Redaksi menerima tulisan dari berbagai kalangan dan berhak untuk mengeditnya tanpa merubah maksud dan isi tulisan | Kritik dan saran silahkan hubungi redaksi via surat, telepon atau email (figur-darussalam@yahoo.com)

Minggu, 07 November 2010

Mengembalikan Tradisi Keilmuan

No. 05, 14 Syawal 1431 H / 23 September 2010 M

Oleh: Asep Roni Hermansyah, S.Pd.I.

Ayat pertama yang Allah turunkan adalah perintah untuk membaca, "Iqra". Baik ayat Qauliyah maupun Kauniyah. Dalam perintah ini terkandung banyak maksud. Yang paling jelas adalah kemampuan manusia untuk terus meningkatkan diri. Artinya, ketika Allah memerintahkan manusia untuk membaca, maka dalam diri manusia itu telah tersedia perangkat-perangkat yang mendukung unrtuk tercapainya hasil bacaan berupa pengetahuan. Manusia memiliki media input berupa pendengaran (as-sam’u), penglihatan (al-bashar) dan hati nurani (al-Fuâd). Perpaduan seimbang antara ketiga peringkat ini melahirkan ma’rifatullah yang kemudian hasilnya adalah al-hidayah. Terbukti kemudian bahwa manusia memiliki memori kompleks berupa otak yang belum ada tandingannya.
"Dan Allah mengeluarkan kamu dari perut ibumu dalam Keadaan tidak mengetahui sesuatupun, dan Dia memberi kamu pendengaran, penglihatan dan hati, agar kamu bersyukur". (An-Nahl 78)
Setelah membaca adalah menulis, Alladzi ‘allama bi al-qalam. Karena menulis berarti menyimpan apa yang telah kita baca dalam sebuah media yang bisa diakses oleh siapa saja (dua arah). Dan dengan tulisan, kita bisa mengajari, menyebarkan ide, melontarkan gagasan, menyampaikan kritikan atau hanya sekedar memberi tanggapan.
Membaca dan menulis adalah dua hal yang tidak bisa dipisahkan. Membaca tanpa menulis berarti membiarkan apa yang ada di dalam otak kita tidak tereksplorasi dengan sempurna. Sebaliknya menulis tanpa membaca berarti kita menyampaikan sesuatu tanpa dasar yang valid dan autentik yang pada satu waktu tertentu akan membuat kita menyampaikan suatu kekeliruan fatal. Amanah 'Ilmiah adalah suatu keniscayaan.

Masa Kejayaan Umat Islam
Bila melihat latar belakang budaya Bangsa Arab, akan kita dapati bahwa mereka merupakan bangsa yang terbelakang. Norma seakan sudah tidak ada. Hukum rimba adalah satu-satunya pijakan. Sehingga yang kuat semakin kuat sehingga memakan yang lemah. Yang lemah semakin tak berdaya sehingga menjadi mangsa. Belum lagi landasan agama pagan yang sudah mendarah daging. Tuhan (dalam persepsi mereka) menjelma menjadi arca dan patung yang bahkan mereka buat sendiri dari batu, kayu dan bahkan dari roti yang bila mereka lapar, tuhan pun di konsumsi. Sungguh kerancuan beragama yang teramat akut.
Akan tetapi kemudian dunia tercengang. Romawi dan Persia tak mampu bicara, apalagi Yunani yang hampir binasa dari percaturan peradaban dunia. Bangsa Arab yang dalam kacamata seluruh penghuni bumi tidak termasuk nominasi untuk menguasai peradaban, ternyata justru menjadi tuan yang diakui oleh barat dan timur. Keajaiban apa yang merubah mereka secara fantastis dan fenomenal? Jawabannya hanya satu yaitu Islam. Islam mendorong mereka untuk maju. Mendidik mereka untuk berfikir kritis. Mengajak mereka untuk membaca dan menulis, mengkaji dan terus memahami. Pola berfikir kritis inilah yang membuat mereka menghasilkan karya-karya baru dalam berbagai bidang.
Hasil dari itu semua adalah terciptanya Peradaban Islam yang gemilang. Melampaui bangsa-bangsa lain yang sezaman dengannya. Khilafah Rasyidah, Umawiyyah, Abbasiyyah dan Andalusia adalah bukti nyata kemajuan yang dicapai kaum muslimin.
Bila kita baca sejarah, akan kita dapati mayoritas pakar keilmauan adalah ulama-ulama muslim. Kedokteran, geografi, oftik, kartografi, farmasi, kimia, astronomi, matematika, dan yang lainnya. Patut untuk di banggakan, ketika Eropa di abad pertengahan hanya memiliki seorang jenius bernama Leonardo da Vinci yang mumpuni dalam beberapa bidang keilmuan, ternyata kaum muslimin memiliki puluhan tokoh yang memiliki multiple intelligence.
Sebagai contoh, kejeniusan Ibnu Sina di bidang kedokteran menghasilkan karya menumental Al-Qȃnûn Fî Ath-Thibbi, yang pernah menjadi referensi kedokteran utama di universitas-universitas Eropa abad pertengahan selama hampir empat abad. Ibnu Rusyd yang faham dengan sangat baik filsafat Yunani, sehingga mampu memberikan koreksi dan catatan kaki atas kekeliruan yang ada di dalam buku mereka ternyata juga seorang Hakim di Andalusia (Spanyol) dan sekaligus seorang faqih yang dari tangannya terlahir Bidȃyatu-l-mujtahid, sebuah rujukan perbandingan madzhab dalam ilmu fiqih yang sampai sekarang tetap di perhitungkan. Belum lagi ada Al-Khawarizmi pencipta Al-Jabar (ilmu ukur) yang fenomenal, Al-Haitsam penemu Kamera Analog (kamar gelap), Al-Idrisi bapak kartografi dari pulau sisilia. Bahkan Galileo yang terkenal dengan teleskopnya ternyata terdahului oleh ulama-ulama di Baghdad yang telah lebih dulu menciptakan observatorium untuk mengamati pergerakan dan fenomena bintang-bintang. Al-kohol, al-kalin, sinus, kosinus, tangent, dan istilah-istilah lain lahir dari rahim keilmuan kaum muslimin. Begitu pula di bidang fiqih, hadits, tafsir, ilmu kalam, dan tarikh. Peletak dasarnya adalah kaum muslimin. Itu semua ada karena mereka memegang teguh Tradisi Keilmuan yang terkonsentrasi pada dua hal yaitu membaca dan menulis.
Masa Kemunduran
Prinsip perputaran roda sepertinya mengenai kaum muslimin dengan telak. Karena ternyata mengejar untuk mencapai suatu prestasi itu amat sulit, akan tetapi mempertahankan prestasi itu untuk tetap ada dalam genggaman ternyata lebih sulit. Karena kompetisi ada dalam segala bidang. Maka ketika perasaan bahwa prestasi itu telah di capai, menyebabkan ketidak hati-hatian sehingga akibatnya peradaban besar yang telah dicapai itu, memudar bahkan kemudian sirna. Dan kaum muslimin kemudian menjadi penonton yang dalam banyak kasus justru menjadi pengikut dan pangsa pasar yang membeli barang milik mereka, berasal dari mereka dan di tempat mereka, dengan kualitas yang berbeda. Hal itu tidak terlepas dari dua faktor utama yaitu Internal dan Eksternal.
Faktor internal adalah melemahnya semangat kaum muslimin untuk tetap memelihara Tradisi Keilmuan (membaca dan menulis) karena melihat prestasi gemilang yang telah dicapai. Adapun faktor eksternal amat banyak. Namun di sini kita kerucutkan menjadi beberapa hal pokok yang substansial. Pertama, jatuhnya Bagdad ditangan Hulagu Khan yang menyebabkan berakhirnya kekuasaan Abbasiyah. Kedua, Perang Salib dan Pengusiran kaum muslimin dari Andalusia. Setelah sekitar tujuh abad Granada, Toledo dan Sevila menjadi pusat peradaban Islam. Ketiga, Imperialisme bangsa Eropa yang membawa berbagai misi dan aktifitasnya, ekspansi, zending, orientalisme, Westernisasi dan faktor eksternal lainnya.

Masa kebangkitan kembali (An-Nahdhah)
Fenomena ini telah membangunkan dan menyadarkan tokoh-tokoh Islam dari tidur panjang. Maka kebangkitan itu di mulai dengan berbagai bentuknya. Syiekh Muhammad bin Abdul Wahab merenovasi sisi akidah. Syeikh Jamaludin al-Afghani mengambil sisi pemikiran yang kemudian di lanjutkan dengan estafet oleh Syeikh Muhammad Abduh dan Syeikh Rasyid Ridha. Muhammad Ali di Mesir, mengambil sisi politik dan pemerintahan. Kemudian di lanjutkan oleh tokoh-tokoh selanjutnya dengan spesialisasi dalam bidang masing-masing.
Ibarat sebuah bunga yang sudah membuka kuncup tak jadi mekar karena terganggu hama. Kebangkitan ini pun di gerogoti oleh hama yang di sebabkan oleh virus-virus yang sengaja diciptakan dan di suntikan kedalam. Ahmadiyah, liberalisasi, pendangkalan akidah, inkar sunnah, inkar nabi, inkar Qur`an (hermeunetika). Bahkan di luar, telah menunggu tangan-tangan berkuku tajam yang siap merenggut dan mencampakan peradaban ini agar tercerabut dari percaturan. Kekafiran dan kemunafikan memang selalu beriringan dan bergandeng tangan.
"Orang-orang Yahudi dan Nasrani tidak akan senang kepada kamu hingga kamu mengikuti agama mereka. Katakanlah: "Sesungguhnya petunjuk Allah Itulah petunjuk (yang benar)". dan Sesungguhnya jika kamu mengikuti kemauan mereka setelah pengetahuan datang kepadamu, Maka Allah tidak lagi menjadi pelindung dan penolong bagimu".
(Al-Baqarah 120)
Untuk mengcounter itu semua di perlukan pribadi-pribadi handal yang berakidah kuat, lurus dalam beribadah, berakhlak mulia dan berwawasan luas. Itu semua tidak akan dapat di capai kecuali ketika kaum muslimin merevitalisasi tradisi keilmuan yang pernah dimiliki, berfikir kritis, selalu membaca dan tak berhenti menulis. Perjuangan itu telah dimulai, maka kita punya tanggung jawab untuk melanjutkannya. Semoga cita-cita itu tercapai pada generasi kita, bilapun tidak, maka kita telah memberikan kontribusi (musahamah) untuk mencapainya dengan maksimal tentunya. Wallȃhu a’lam bi as-shshawȃb.


Referensi :
A. Berbahasa Arab :
1. البداية والنهاية، تأليف: إسماعيل بن عمر بن كثير القرشي أبو الفداء، دار النشر: مكتبة المعارف – بيروت
2. الكامل في التاريخ، تأليف: أبو الحسن علي بن أبي الكرم محمد بن محمد بن عبد الكريم الشيباني، دار النشر: دار الكتب العلمية - بيروت - 1415هـ، الطبعة: ط2، تحقيق: عبد الله القاضي
3. تاريخ الخلفاء، تأليف: عبد الرحمن بن أبي بكر السيوطي، دار النشر: مطبعة السعادة - مصر - 1371هـ - 1952م، الطبعة: الأولى، تحقيق: محمد محي الدين عبد الحميد
B. Berbahasa Inggris :
1. Baghdad, Salah Zaimeche, Ph.D. Foundation For Science Technology and Civilisation, June 2004, Manchester, United Kingdom. www.fstc.co.uk.
C. Internet :
1. Republika-online.co.id. sub judul : Khazanah Republika.

Penulis adalah Pengajar di Pondok Pesantren Darul-Aitam “Muniroh”. Menyelesaikan studi S1 di Ma’had ‘Aly An-Nu’aimi Jakarta.

0 komentar:

Posting Komentar