Ahlan Wasahlan wa Marhaban Biziyaaratikum.. Selamat Membaca dan Menikmati Sajian dari kami.. :)..
Penasihat : Pimpinan Pondok Pesantren Darussalam | Pemimpin Umum : Joko Waluyo, S.Pd.I | Pemimpin Redaksi :Devi Muharrom Sholahuddin, Lc. | Wakil Pemimpin Redaksi : Muhammad Sendi Sayyina, S.Pd.I | Dewan Redaksi : Ali Nurdin, M.S.I, Asep Deni Fitriansyah, M.Phil., Asep Ali Rosyadi, S.Ag., Asep Roni Hermansyah, S.Pd.I, Ajat Syarif Hidayatullah, S.Pd.I Al-Hafidz | Distributor : Munir Hermansyah, S.Pd.I, Egi Mulyana, S.Pd.I, Acep Mutawakkil | Dapur Redaksi : Gedung Perpustakaan Pondok Pesantren Darussalam Sindang Sari Kersamanah Garut Indonesia 087758202070 | Risalah Ilmiah FIGUR Darussalam diterbitkan oleh Forum Ilmiah Guru (FIGUR) Pondok Pesantren Darussalam, terbit seminggu sekali, Redaksi menerima tulisan dari berbagai kalangan dan berhak untuk mengeditnya tanpa merubah maksud dan isi tulisan | Kritik dan saran silahkan hubungi redaksi via surat, telepon atau email (figur-darussalam@yahoo.com)

Jumat, 05 November 2010

WORLDVIEW ISLAM SEBAGAI BENTENG KEIMANAN DARI SERANGAN LIBERALISME


 No. 01, 16 Ramadhan 1431 H/26 Agustus 2010 M

WORLDVIEW ISLAM SEBAGAI BENTENG KEIMANAN DARI SERANGAN LIBERALISME

Oleh: Devi Muharrom Sholahuddin
Peserta PKU ISID Gontor Angkatan ke-III

            Arus globalisasi terus bergulir dengan membawa berbagai wacana yang begitu kompleks. Globalisasi merupakan suatu proses dimana bangsa-bangsa yang lemah terkondisikan dalam situasi untuk menerima nilai-nilai, tradisi dan kultur yang dianggap global/universal. Globalisasi datang bukan membawa nilai-nilai yang membebaskan bangsa-bangsa yang lemah tersebut. Namun datang dengan semangat kolonialisme dan penjajahan. Globalisasi mengusung paham, konsep, sistem dan cara pandang asing seperti liberalisme, sekularisme dan pluralisme agama.
            Dalam sejarah peradaban manusia, situasi bangsa yang kuat mempengaruhi bangsa yang lemah adalah sesuatu yang wajar dan alami. Namun, yang tidak wajar adalah apabila bangsa yang kuat itu memaksakan untuk memasukan secara paksa paham, konsep dan nilai-nilai mereka terhadap bangsa-bangsa yang lemah. Inilah yang terjadi saat ini dalam proses kolonialisme Barat yang mereka perhalus dengan istilah Westernisasi.
            Westernisasi mengandung program penyebaran pandangan hidup Barat yang terdiri dari nilai, konsep, sistem kultur bahkan agama dengan berbagai kegiataannya. Tujuan formalnya adalah penyebaran nilai-nilai universal. Namun dibalik itu semua terdapat agenda terselubung. Yaitu, agenda penguasaan dan pengontrolan yang berarti juga penjajahan.   
            Kini di berbagai belahan dunia Islam tengah terjadi program westernisasi ini. Termasuk di Indonesia yang merupakan negara berpenduduk muslim terbesar. Diantara bentuk yang paling banyak dipergunakan adalah Liberalisasi pemikiran keagamaan. Dalam hal ini Barat telah berhasil mencetak dan merubah cara berpikir cendikiawan muslim, ditangan para cendikiawan muslim ini liberalisasi di klaim sebagai pembaharuan pemikiran Islam. Pembaharuan pemikiran Islam ini melahirkan ide-ide baru yang sama sekali tidak pernah dibahas oleh ulama-ulama masa lalu. Bahkan bertentangan dengan nilai-nilai ajaran Islam itu sendiri. Rujukan para cendikiawan muslim ini bukan lagi para ulama yang otoritatif dalam bidang-bidang keislaman, bukan pula berdasarkan pada epistemologi dan sudut pandang Islam. Rujukan para cendikiawan ini adalah para orientalis, yang notabene adalah guru mereka.
            Banyak cendekiawan yang dianggap sebagai pembaharu Islam padahal mereka berpikiran liberal ala Barat. Para pemikir liberal ini antara lain: Taha Husen, Rifa‘ah at-Tahtawi, Qasim Amin, dan Ali Abdur Raziq dari Mesir dan Sayyid Ahmad Khan dari India.
            Di abad keduapuluh muncul pemikir-pemikir yang juga tidak kalah liberal seperti Fazlur Rahman, Mohammed Arkoun, Nasr Hamid Abu Zayd, Hassan Hanafi, Muhammad Sa’id Al-Asymawi, Mohammed Shahrour, Ahmad An-Na’im, Asghar Ali Engginer, Amina Wadod, Fatima Mernisi, Rif’at Hasan dan para pengikutnya di Indonesia.
             Pembaharuan dan pemikiran yang dijual para tokoh liberal ini sebenarnya kurang lebih sama saja. Ajaran Islam harus disesuaikan dengan perkembangan zaman. Al-Qur’an dan Hadits harus dikritisi dan ditafsirkan ulang menggunakan pendekatan historis, hermeneutis dan lain sebagainya. Umat Islam harus mengadopsi prinsip-prinsip seperti demokrasi, kebebasan agama dan berpendapat, persamaan kedudukan laki-laki dan wanita, pemisahan agama dari ruang publik, tunduk pada aturan pergaulan internasional berlandaskan hak asasi manusia, pluralisme dan lain-lain.
            Dalam kaitannya dengan gerakan liberalisasi di Indonesia, tidak terlepas dari skenario percaturan politik dan intelektual dunia. Mereka banyak dipengaruhi oleh karya-karya cendikiawan Muslim Arab liberal. Para pemikir Arab Liberal ini sangat kritis-dekonstruktif  terhadap kajian Islam klasik. Mereka ini lah yang dijadikan rujukan oleh kaum cendikiawan Muslim Indonesia liberal, mereka begitu saja menerima dan mengadopsi tanpa kritis.
            Menurut Dr. Adian Husaini dalam buku Liberalisasi Islam di Indonesia. Liberalisasi pemikiran Islam dilakukan melalui tiga bidang penting dalam ajaran Islam, yaitu pertama, Liberalisasi bidang aqidah dengan penyebaran paham Pluralisme Agama. Kedua, Liberalisasi bidang syari’ah dengan melakukan perubahan metodologi ijtihad, dan yang ketiga adalah liberalisasi konsep wahyu dengan melakukan dekonstruksi terhadap Al-Qur’an.
            Liberalisasi Aqidah Islam merupakan objek yang paling utama dalam gerakan liberalisasi pemikiran Islam. Yaitu dengan menyebarkan paham Pluralisme Agama. Sebuah paham yang menyatakan bahwa semua agama adalah benar dan menuju Tuhan yang sama, hanya saja jalan yang ditempuh masing-masing agama ini berbeda. Pluralisme agama mengusung paham relativisme yang menafikan dan meruntuhkan klaim kebenaran absolut (absolute truth-claim) suatu agama. Pluralisme agama, pada hakekatnya, akan menghacurkan agama-gama yang ada. Pada titik ekstrimnya, target pluralisme agama adalah untuk menghabisi agama-agama. Minimalnya akan membiarkan agama-agama bergentayangan tanpa ruh atau esensi dari agama-agama tersebut.
            Objek kedua yang menjadi sasaran Liberalisasi adalah bidang Syari’ah, karena dianggap tidak relevan lagi dengan perkembangan zaman. Wacana yang mereka kemukakan adalah pembaharuan atau sering disebut dengan tajdid, islah atau ihya’ dan dengan cara melakukan metodologi ijtihad untuk mengeluarkan hukum yang sesuai dengan realitas.  
            Hukum-hukum Islam yang sudah qat’iy dan pasti, didekonstruksi dan dibuat hukum baru yang dianggap sesuai dengan realitas dan perkembangan zaman. Hukum-hukum Islam yang sering dijadikan objek liberalisasi adalah hukum dalam bidang keluarga, pernikahan, hukum waris, potong tangan dan lain sebagainya. Ketika hukum-hukum Islam yang qat’iy ini sudah dapat dirombak, maka terbukalah pintu untuk membongkar seluruh sistem nilai dan hukum Islam yang telah mapan.
            Objek terakhir yang menjadi sasaran Liberalisasi adalah Al-Qur’an. Wacana dekonstruksi Al-Qur’an kini menjadi tema liberalisasi yang paling gencar dilakukan. Fenomena yang diadopsi dari tradisi Yahudi dan Kristen. Di kalangan Yahudi dan Kristen, fenomena ini sudah menjadi hal yang lumrah, kajian kritik Bible telah berkembang pesat di Barat. Mereka ingin menunjukan bahwasannya Al-Qur’an adalah kitab bermasalah sebagaimana Bible.
            Kaum liberal beranggapan, bahwasannya proyek liberalisasi Islam belum lengkap jika tidak menyentuh aspek kesucian Al-Qur’an. Umat Islam digiring untuk meruntuhkan keyakinan, bahwa Al-Qur’an adalah Kalamullah, dan bahwa Al-Qur’an adalah satu-satunya kitab suci yang bebas dari kesalahan.
            Paham Liberalisme ini berdampak sangat besar sekali bagi keutuhan dan keteguhan iman umat Islam, karena yang diserang adalah dasar-dasar keimanan yang merupakan pondasi Islam, dari mulai Aqidah, Syari’ah dan Kitab Suci umat Islam yaitu Al-Quran.
            Pemaparan diatas membuktikan bahwasannya ide liberalisasi pemikiran keagamaan yang di usung kaum cendikiawan muslim liberal bukanlah suatu pembaharuan, melainkan pendangkalan aqidah dan peruntuhan epistemologi Islam yang sudah mapan. Maka dari itu untuk merespon pergerakan ini dan untuk menjaga dan membentengi keimanan kita ada beberapa hal yang harus dilakukan oleh segenap kaum muslimin. Yaitu dengan memperdalami dan mengamalkan ilmu-ilmu keislaman serta menanamkan kesadaran dikalangan umat Islam bahwasannya paham liberalisme yang diusung Barat dan cendikiawan muslim liberal, tidak sesuai dengan pandangan Islam.
            Disamping itu semua, kita juga harus senantiasa berdo’a dan meminta pertolongan kepada Allah SWT, semoga kita diberikan kekuatan iman, agar dapat terhindar dari dampak liberalisasi yang sangat membahayakan ini. []
Wallahu l-hādi ilā as-ṣawāb.



1 komentar:

Risalah Ilmiah Figur Darussalam mengatakan...

Risalah Ilmiah Figur Perdana.. dalam edisi cetak masih bernama Risalah Usbu'iyyah El-Qudwah..

Posting Komentar